Pembangunan kawasan industri petrokimia di Teluk Bintuni merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian meninjau pengembangan Kawasan Industri Teluk Bintuni, Papua Barat, sebagai upaya turut aktif meningkatkan investasi masuk ke Indonesia, khususnya sektor industri manufaktur.

Langkah strategis yang dijalankan guna menggaet investor tersebut antara lain adalah mempromosikan kawasan industri prioritas di Indonesia, termasuk di luar Jawa.

“Salah satunya yang sedang diakselerasi pemerintah, yaitu kawasan industri petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat. Kawasan ini tercatat sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan kami usulkan menjadi prioritas melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024,” kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Kawasan industri Teluk Bintuni bidik investasi 800 juta dolar AS

Fridy menjelaskan pembangunan kawasan industri petrokimia di Teluk Bintuni merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah untuk mengembangkan ekonomi inklusif hingga ke kawasan timur Indonesia, khususnya Papua Barat, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

“Hal ini sekaligus menciptakan Indonesia sentris dalam upaya pemerataan pembangunan dan kesejahteraan,” ujarnya.

Kawasan industri di Teluk Bintuni dinilai memiliki potensi sumber daya alam yang mampu mendukung pengembangan industri petrokimia.

Misalnya untuk industri metanol dan turunannya serta industri amoniak dan turunannya, yang merupakan sektor-sektor strategis untuk lebih memperkuat struktur dan rantai pasok manufaktur di dalam negeri.

Oleh karena itu, beberapa waktu lalu, Fridy beserta Staf Khusus Menteri Perindustrian Amir Sambodo dan Inspektur IV Kemenperin Achmad Rodjih Almansoer melaksanakan site visit bersama para calon investor yang telah menyatakan minatnya berinvestasi pada proyek industri petrokimia di Teluk Bintuni.

“Para calon investor potensial itu di antaranya Kaltim Methanol Industri, Pertamina Power, Wijaya Karya, Karya Mineral Jaya, Samsung C&T, dan Pelindo IV,” sebutnya.

Fridy mengemukakan rombongan tersebut diterima Wakil Bupati Teluk Bintuni Matret Kokop dan Kepala Bappeda Teluk Bintuni Alimudin Baedu.

Rombongan juga meninjau Desa Onar, yang menjadi lokasi pembangunan kawasan industri petrokimia di Teluk Bintuni.

“Menurut Kepala Bappeda, saat ini Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni sedang menyelesaikan kewajiban pembayaran atas lahan 50 hektare kepada masyarakat adat, dan diharapkan dapat tuntas pada tahun ini,” ungkapnya.

Dalam kunjungan ke Desa Onar, rombongan juga diterima Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA), Kepala Kampung Onar Baru dan Onar Lama, serta Ketua Marga Agofa.

Rombongan disambut meriah dengan prosesi ketuk pintu di Dermaga Kampong Onar.

“Prosesi itu menandakan sambutan yang baik dari masyarakat Desa Onar atas rencana pembangunan kawasan industri petrokimia di Teluk Bintuni, dan atas investasi yang akan ditanamkan di daerahnya,” papar Fridy.

Menurut dia, salah satu potensi pembangunan kawasan industri petrokimia di Teluk Bintuni, yakni BP Tangguh telah menyatakan siap mendukung dan menyalurkan gas bumi sebesar 90 MMSCFD kepada pabrik metanol dengan kapasitas 900 kilo ton per tahun yang akan berproduksi pada 2022.

Kemudian, proyek kawasan industri dan pabrik metanol di Teluk Bintuni ini diproyeksi bisa menyerap investasi hingga Rp13 triliun serta bakal melibatkan sebanyak 1.000 tenaga kerja pada tahap konstruksi dan 500 pekerja untuk tahap operasi.

“Pembangunan kawasan industri ini akan dilaksanakan dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), di mana project development facility (PDF) telah disetujui oleh Menteri Keuangan pada 24 Januari 2020,” ungkap Fridy.

Diharapkan, proses penyiapan proyek dapat segera dimulai dan transaksi atau pelelangan dapat dilaksanakan dalam waktu sembilan bulan ke depan.

Baca juga: Pemerintah dorong pengembangan industri petrokimia di Bintuni
Baca juga: Teluk Bintuni upayakan lahan investasi industri petrokimia

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020