Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Drajad Wibowo menilai wajar saat ini harga avtur berbeda di berbagai wilayah di Tanah Air, karena hal itu merupakan konsekuensi Indonesia sebagai negara kepulauan.
"Biaya distribusi menjadi sangat tinggi. Jarak kilang dengan end users bukan belasan kilometer, tapi ratusan bahkan bisa ribuan kilometer. Bahkan, seandainya negara mampu membangun pipa sepanjang itu, biaya distribusi tetap sangat mahal. Jadi itu memang konsekuensi negara kepulauan,” katanya di Jakarta, Rabu.
Terkait hal itu Drajad mempertanyakan wacana avtur satu harga, dimana seluruh harga avtur di seluruh bandara di Indonesia seragam. Karena jika dipaksa menjual avtur satu harga mengikuti harga di Jawa, berarti Pertamina dipaksa menjual avtur tanpa untung atau merugi di luar Jawa.
Menurut dia, jika pemerintah hendak menerapkan kebijakan avtur satu harga, bisa saja dilakukan, syaratnya, pemerintah harus konsekuen menanggung selisih harga dan biaya.
“Apakah pemerintah mau menanggung selisih harga Jawa dengan luar Jawa? Jangan Pertamina yang dipaksa menanggungnya," katanya melalui keterangan tertulis.
Drajad menyatakan, jika avtur satu harga diberlakukan, berarti pemerintah memberi subsidi kepada maskapai penerbangan yang pemiliknya orang-orang kaya.
“Apakah mereka pantas ikut mendapatkan subsidi,?" katanya.
Di sisi lain, Drajad mempertanyakan Indonesia National Air Carriers Association (INACA) yang selalu menuding pihak lain terkait mahalnya harga tiket, dalam hal ini, selalu avtur yang disalahkan. Padahal banyak sumber inefisiensi di internal maskapai.
Dalam hal ini, lanjutnya, poin yang ingin ditekankan adalah, bahwa mahalnya tiket pesawat tidak terlepas dari inefisiensi internal maskapai penerbangan Indonesia. Selain itu, tentu saja karena Indonesia sebagai negara kepulauan.
Pewarta: Subagyo
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020