Minyak hitam lengket di jaring ikan dan bubuh kepiting

Tanjungpinang (ANTARA) - Limbah minyak berwarna hitam kembali mencemari pantai, yang sebagian dijadikan sebagai objek wisata di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

Pantauan ANTARA terhadap informasi limbah tersebut yang disebarkan sejumlah warganet di media sosial di sekitar Perairan Bintan, Rabu, di sepanjang pantai di kawasan Kawal, Desa Teluk Bintan, Desa Malang Rapat, Berakit hingga Senggiling terdapat minyak hitam yang mencair dan kenyal.

Minyak hitam yang berada di pinggir pantai, tidak hanya mencemari kawasan objek wisata, melainkan juga kawasan tangkapan ikan. Ratusan perahu dan sampan juga kotor.

"Minyak hitam lengket di jaring ikan dan bubuh kepiting," kata Ketua RT 2 Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Kurnia.

Kurnia yang tinggal di Perumahan Pelantar juga menunjukkan minyak hitam pada dinding puluhan perahu nelayan.

Baca juga: Kepri butuh citra satelit untuk atasi limbah minyak hitam

Di depan rumah milik Kurni juga terdapat keramba ikan yang dikelola penginapan Kelong Eli. Di keramba ikan itu juga terdapat minyak hitam.

"Sebagian warga di Teluk Bakau bekerja sebagai nelayan. Nelayan sulit mendapatkan ikan akibat limbah tersebut," ujarnya.

Di Desa Teluk Bakau dan Malang Rapat juga banyak menggantungkan hidup dengan menangkap kepiting, gonggong dan kerang. Limbah menyebabkan nelayan kesulitan mendapatkan kepiting, gonggong dan kerang.

"Kami berharap pemerintah menyelesaikan permasalahan ini. Ini permasalahan terjadi setiap tahun saat musim angin utara," katanya.

Sebelumnya, Kapolres Bintan AKBP Boy Herlambang mengatakan pihaknya sudah melakukan penyelidikan permasalahan itu. Berdasarkan pengumpulan keterangan dan barang bukti, limbah itu bukan berasal dari perairan Indonesia, melainkan perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura.

"Diduga limbah itu berasal dari kapal asing. Kami sudah melaporkan hal itu ke Mabes Polri melalui Polda Kepri," ucapnya.

Baca juga: Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan cemari pantai Penajam

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020