Batam (ANTARA) - Lebih dari dua pekan yang lalu, awal Februari 2020, warga Natuna berkumpul di sekitar Gedung DPRD, menolak daerahnya dijadikan lokasi observasi bagi WNI yang baru pulang dari Wuhan, China.
Para WNI yang kebanyakan pelajar itu terpaksa dipulangkan dari Wuhan, Provinsi Hubei, agar terhindar dari penularan COVID-19, virus yang menyebar di China. Pemerintah pun menetapkan Natuna sebagai lokasi observasi selama 14 hari, sebelum mereka dikembalikan ke daerah asal masing-masing.
Kala itu, banyak informasi simpang siur beredar. Media sosial dipenuhi berita bohong dan disinformasi terkait COVID-19, membuat masyarakat Natuna cemas. Tidak heran, gelombang penolakan atas pemulangan WNI dari Wuhan itu semakin kuat.
"Bagaimana tidak panik, berita yang beredar, virus itu amat berbahaya. Meski dibilang WNI dari Wuhan sehat, tapi gambar yang beredar, petugasnya pakai baju pengaman yang ketat. Kalau sehat, kenapa petugasnya begitu," kata Lia, warga Kota Tua Penagi, kampung yang berjarak sekitar 2 Km dari lokasi observasi di Hanggar Lanud Raden Sadjad, Ranai.
Akibat kekhawatiran itu, warga berbondong-bondong meninggalkan Kota Tua Penagi. Ketua RT01 di Penagi Supriadi menyatakan setidaknya 29 KK sempat mengungsi, kala itu.
Kemudian, semua pihak turun tangan. Media massa, pegiat media sosial, pemerintah bahu-membahu meluruskan kabar yang beredar. Mereka menegaskan, WNI dari Wuhan sehat, observasi dibutuhkan untuk memenuhi protokol kesehatan yang ditetapkan oleh PBB.
Hanya butuh waktu kurang dari 5 hari bagi pemerintah untuk meyakinkan masyarakat. Mereka yang mengungsi itu kemudian pulang ke rumah masing-masing.
Warga Natuna, yang memang memiliki sifat hangat pun semakin terbuka dengan kehadiran WNI dari Wuhan di daerahnya.
Apalagi, selama keberadaan WNI dari Wuhan, perhatian pemerintah untuk warga setempat semakin besar.
Pemerintah bersama TNI dan Polri membangun sejumlah posko kesehatan, masyarakat bisa berobat dan mendapatkan berbagai penjelasan agar bisa hidup sehat.
Sejumlah menteri datang untuk menjenguk WNI dari Wuhan, sekaligus bersilaturahmi dengan masyarakat setempat. Pejabat yang datang, antara lain Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Efendi, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Menko Polhukam Mahfud MD.
Bupati Abdul Hamid Rizal dan Wakil Bupato Ngesti Yuni Suprapti, yang awalnya turut menolak kehadiran WNI dari Wuhan di daerahnya, kini merasa bangga daerahnya dipilih sebagai lokasi observasi kesehatan.
Nama Natuna, yang selama berpuluh tahun kurang dikenal, menjadi populer. Wilayah Natuna yang dalam peta Indonesia hadir melalui insert kecil, kini menjadi wajah utama yang disorot pemerintah.
Kini, siapa yang tidak kenal Natuna, kepulauan cantik di utara Indonesia, berbatasan dengan tujuh negara tetangga.
Natuna kini
Selama WNI dari Wuhan diobservasi, banyak pejabat dan petugas dari ibu kota Jakarta datang. Mereka bekerja memastikan seluruh warga yang menjalani observasi dan masyarakat Natuna sendiri dalam kondisi sehat dan tenang.
Tidak heran, apabila hotel-hotel di daerah itu kemudian disesaki oleh petugas dari luar kota. Jadwal penerbangan ke Natuna pun selalu penuh.
Selama 14 hari masa observasi, mereka bekerja. Masyarakat Natuna pun membatasi diri untuk berkegiatan di luar rumah. Sehingga kala itu, Natuna relatif sepi.
Tapi menjelang masa observasi usai, Natuna berubah.
Jumat dan Sabtu (14/2-15/2), kafe-kafe, kedai kopi dan rumah makan di Natuna dipadati warga yang ingin menikmati akhir pekan.
Sebagai daerah relatif kecil, jumlah kafe dan kedai kopi di Natuna relatif banyak, dan tersebar dari bibir Pantai Piwang, hingga ke tengah kota.
Tidak kalah dengan kota besar, tempat "nongkrong" itu juga menyuguhkan hiburan musik hidup.
Malam itu, anak-anak muda berkumpul, bersenda gurau bahagia. Lupa dengan kekhawatiran yang menghantui selama dua pekan terakhir.
Esoknya, Minggu (16/2), pantai-pantai di Natuna yang berpasir putih dan berbatu-batu besar dikunjungi turis lokal dadakan.
Para petugas yang selama ini berkutat dengan WNI dari Wuhan memutuskan menghabiskan waktu untuk berlibur di sana.
Petugas dari Dinas Pariwisata setempat pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk memamerkan potensi wisata. Berharap para petugas dari ibu kota menikmati waktu berlibur di Natuna, dan kembali ke sana dengan membawa saudara dan kerabat.
Persis seperti undangan Bupati Natuna, Abdul Hamid Rizal, agar WNI dari Wuhan dan seluruh tamu yang datang, untuk kembali ke Natuna, dalam rangka berlibur.
Surat untuk Presiden
Sementara itu, sebagai tanda terima kasih, pemerintah mengadakan syukuran dan apresiasi terhadap Tim Kemanusiaan Pelepasan WNI dari Wuhan dengan masyarakat Natuna yang dihadiri Menko PMK Muhadjir Efendi dan Kepala BNPB Doni Monardo.
Kesempatan itu tidak disia-siakan masyarakat setempat, untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka menyusun surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo yang dititipkan kepada Menko PMK.
Terdapat sembilan permintaan yang disampaikan kepada pemerintah pusat, yaitu menjadikan Natuna sebagai poros maritim NKRI dan membangkitkan kejayaan jalur sutra di Laut Natuta Utara.
Kedua, membangun fasilitas dan memberdayakan pemuda Natuna, agar mampu menjadi motor penggerak pembangunan daerah dan bangsa di perbatasan ujung utara.
Lalu memberikan perlindungan terhadap ekosistem laut Natuna, menjadikan Sekolah Tinggi Agama Islam Natuna menjadi universitas negeri dan membangun politeknik maritim guna meningkatkan sumber daya manusia Natuna sebagai masyarakat maritim di daerah terluar NKRI.
Kelima, membangun rumah sakit bertaraf internasional, dan membangun infrastruktur pariwisata di Natuna serta membangun pabrik pengelolaan cengkih, kelapa dan karet serta memberdayakan masyarakat petani Natuna.
Kemudian kedelapan, bandara sipil bertaraf internasional dan membuka jalur penerbangan internasional di Natuna sebagai garda terdepan NKRI. Terakhir, menjadikan Natuna sebagai provinsi khusus dalam rangka mempercepat pembangunan wilayah perbatasan ujung utara NKRI.
Menanggapi permintaan masyarakat itu, Kepala BNPB Doni Monardo menyampaikan harapannya agar semuanya bisa diluluskan pemerintah pusat.
Menurut dia, Natuna memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Tidak hanya kekayaan gas dan bahari yang memang sudah diketahui khalayak ramai, melainkan juga rempah-rempah.
"Ternyata tempat ini punya potensi rempah-rempah," kata dia.
Pada ratusan tahun lalu, Natuna menjadi jalur rempah-rempah dunia, termasuk dari China menuju Eropa.
"Terbukti, kapal-kapal yang karam di Natuna ada keramik. Ini membuktikan jalur rempah masa lalu melalui Natuna," kata dia.
Ia optimistis, potensi rempah-rempah di Natuna bisa lebih berjaya. Cengkih hasil masyarakat setempat masih bisa dikembangkan sebagai formulasi obat-obatan, seiring dengan perkembangan teknologi.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020