Belajar dari konflik Natuna, pemerintah Indonesia perlu menjadikan Sentra Perikanan Sebatik sebagai model nasional

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia dinilai perlu untuk menjadikan Sebatik, pulau di Provinsi Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia, sebagai model Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) perbatasan.

"Belajar dari konflik Natuna, pemerintah Indonesia perlu menjadikan Sentra Perikanan Sebatik sebagai model nasional," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, di Jakarta, Selasa.

Menurut Abdi Suhufan, dengan menjadikannya sebagai model, maka keberadaan sentra perikanan Sebatik bisa menjadi tolok ukur secara nasional.

Namun, ujar dia, pembangunan sentra perikanan tidak bisa dilakukan secara reaktif, terburu-buru, tanpa pelibatan dan kerjasama dengan pemerintah daerah.

"Sentra perikanan bukan saja soal penyediaan dan pembangunan infrastruktur tapi juga memastikan berjalannya fungsi pelayanan umum dan kegiatan bisnis perikanan," kata Abdi.

Untuk menjamin hal tersebut, maka di SKPT Sebatik saat ini telah tersedia 10 unit pelayanan pemerintah pusat dan daerah dalam satu lokasi.

Dengan penyediaan pelayanan tersebut, lanjutnya, maka kegiatan produksi, pengolahan, pemasaran dan ekspor hasil perikanan bisa berjalan.

Menurut data SKPT Sebatik pada tahun 2019 lalu volume ekspor perikanan mencapai 8.426 ton dengan nilai sebesar Rp 473 miliar.

"Yang mengejutkan adalah kegiatan produksi perikanan 100 persen dilakukan oleh nelayan lokal dan tradisional dengan aktivitas kapal ikan sepanjang tahun sebanyak 3.306," kata Abdi.

Sementara itu, Kepala Unit SKPT Sebatik, Iswadi mengatakan bahwa geliat SKPT Sebatik tidak terlepas dari dukungan pemerintah kabupaten Nunulan dan provinsi Kalimantan Utara.

"Pemprov Kalimantan Utara membuka kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Sebatik yang memudahkan pelayanan pelaku usaha perikanan tangkap" kata Iswadi.

Terkait regulasi, sebagaimana diwartakan, revisi terhadap UU Perikanan atau penyusunan perubahan kedua UU No 31/2004 tentang Perikanan merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan tata kelola sektor kelautan dan perikanan di Tanah Air.

"Kondisi perikanan Indonesia masih perlu peningkatan di berbagai sektor serta tantangan pengelolaan perikanan yang membutuhkan peran serta dari semua pemangku kepentingan dalam bidang perikanan guna mencapai pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab," kata pengamat perikanan Abdul Halim.

Baca juga: Tiga pantai di Pulau Sebatik layak jadi destinasi wisata

Baca juga: KKP perlu lebih mengaktifkan Sentra Kelautan Perikanan Natuna

Baca juga: Anggota DPR: Segera selesaikan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020