Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Petugas gabungan dari Perum Perhutani bersama unit Reskrim Polsek Kalidawir menangkap pelaku penadahan kayu jati hasil pembalakan liar di dalam kawasan hutan negara yang dikelola Perhutani di Tulungagung selatan, Jawa Timur.

Kapolres Tulungagung AKBP Eva Guna Pandia dalam pers rilis di hadapan sejumlah awak media, Selasa menunjukkan barang bukti 58 potongan batang kayu jati berdiameter sedang yang telah dimuat dalam truk milik tersangka penadah berinisial KS.

"Penangkapan ini berawal dari laporan pihak Perhutani BKPH Kalidawir yang kehilangan 11 batang pohon jati di petak 17 M dan 18 B di hutan RPH Ngampel, BKPH Kalidawir, Desa Winong, Kecamatan Kalidawir," kata Kapolres Pandia.

Baca juga: Polres Batu tangkap penjual kayu hasil pembalakan liar

KS diidentifikasi sebagai penadah. Hal itu mengacu hasil penyelidikan lapangan serta pengakuan KS sendiri bahwa puluhan potongan batang kayu jati yang dia angkut menggunakan truk warna kuning nopol AG 9237 RK didapat dari dua pembalak atas nama Aris dan Ribut.

Kejadiannya berlangsung sekitar sepekan lalu. KS membayar Aris dan Ribut dengan mahar Rp2 juta.

Namun KS menyanggah jika kayu-kayu jati yang dia angkut dan timbun di gudang miliknya di Desa Winong, Kecamatan Kalidawir untuk dijual lagi.

Baca juga: Pembalak liar dan truk diduga berisi kayu jati curian diamankan polisi

"Dia mengakunya untuk digunakan sendiri. Tidak apa-apa, kami (polisi) juga punya bukti-bukti yang menunjukkan tersangka kerap menjual kayu jati dengan harga tinggi," katanya.

KS sempat dihadirkan dalam gelar perkara tersebut. Dia berkilah kayu yang dia beli akan digunakan sendiri.

Polisi yang menangani kasus tersebut kini berusaha melakukan pengembangan kasus.

Baca juga: Polres Ngawi tangkap pengangkut kayu jati ilegal

Selain mengejar kedua pembalak yang sempat disebut KS, petugas juga menyelidiki kemungkinan adanya jaringan pembalak kayu jati yang kerap beroperasi di wilayah Tulungagung selatan.

Menurut Pandia, tersangka dijerat dengan pasal 83 (1) b jo pasal 12 huruf e Undang-undang Kehutanan nomor 18 Tajun 2013 dengan ancaman pidana maksimal lima tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020