Harapannya meski tidak masuk dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019 hingga 2024, semua itu masuk dalam implementasinya.Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Teguh Surya menyarankan pemerintah untuk menjalankan Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) merujuk pada hasil kajian sistem tata kelola komoditas kelapa sawit dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam diskusi membahas tantangan pelaksanaan RAN KSB di Jakarta, Selasa, ia mengatakan rencana aksi tersebut belum sadar akuntabilitas untuk mencegah korupsi.
“Kami merujuk pada laporan KPK tahun 2016 tentang pengelolaan sawit berkelanjutan. Ada tiga poin jika sawit mau bangkit,” katanya.
Sesuai temuan KPK, pertama, perlu ada sistem pengendalian perizinan usaha perkebunan yang akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha. Kedua, pengendalian pungutan ekspor komoditas kelapa sawit yang efektif.
Ketiga, optimalisasi pungutan pajak sektor kelapa sawit oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Baca juga: Bersengketa di WTO, RI sebut kerja sama penelitian sawit tetap jalan
Menurut dia, tiga poin tersebut belum diakomodasi dalam RAN KSB. Harapannya meski tidak masuk dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019 hingga 2024, semua itu masuk dalam implementasinya.
Teguh juga mengatakan pemerintah perlu mengambil tindakan tegas dalam memperbaiki tata kelola komoditas itu agar industri kelapa sawit berkelanjutan.
“Dua bulan setelah moratorium keluar, ada izin pelepasan kawasan hutan di Buol. Perusahaan ini punya ISPO. Mereka sudah melakukan tebang dan tanam sebelum ada izin, ada juga penanaman di sempadan sungai,” kata dia.
Persoalannya, kenapa hal semacam itu belum diperbaiki mengingat persoalan seperti itu bisa menjadi preseden. “Perlu diatasi, ditegur,” ujar dia.
Kalau industri kelapa sawit penting, tidak ada pilihan untuk memperbaikinya secara nasional. Civil Society Organization (CSO) dengan keahlian monitoring bisa diajak mendukung perbaikan itu, masyarakat adat diajak duduk bersama, praktisi juga tidak boleh alergi perbaikan.
Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura Kemko Perekonomian M Saifullah mengatakan Inpres sebenarnya sebagai salah satu cara optimasi apa yang sudah dilakukan di Kementerian/Lembaga, karena memang itu bukan sesuatu yang baru.
“Bisa jadi ada yang tersendat karenanya perlu didorong. Moratorium sudah jalan, reforma agraria sudah jalan, itu bisa diklaim sebagai output RAN KSB,” ujar dia.
Baca juga: Mentan: Ekspor sawit Februari hanya capai 84 ribu ton akibat Corona
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020