Pemerintah sudah menyerahkan RUU Cipta Kerja kepada DPR RI pada Rabu (12/2),
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz mengatakan buruh menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang sedang dibahas di DPR karena belum memberikan kepastian kerja.
"Ada tiga prinsip yang dilanggar atau dihilangkan yaitu prinsip tentang jaminan pengupahan, kedua yaitu jaminan sosial hilang karena efek dari hubungan kerja yang tidak pasti, dan ketiga adalah prinsip jaminan kepastian kerja itu juga hilang," kata Riden dalam sambungan telepon ketika dihubungi dari Jakarta, Senin.
Ketidakpastian kerja, tambah dia terlihat dari outsourcing yang dibuka untuk semua jenis pekerjaan dan ketentuan kontrak tanpa jangka waktu dalam pasal di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah lewat RUU tersebut.
Baca juga: Emil Salim ingatkan Omnibus Law harus seimbangkan tiga aspek
Dalam RUU Cipta Kerja itu terdapat perubahan dalam pasal 56 ayat 1 yang menyebutkan perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang mengatakan bahwa dalam RUU tersebut tidak tercermin prinsip ketenagakerjaan, bahkan menghilangkan kesejahteraan yang didapat buruh.
KSPI, dengan FSMPI tergabung di dalamnya, menerangkan berencana akan melakukan aksi mogok untuk menunjukkan penolakan mereka akan klaster ketenagakerjaan di dalam RUU tersebut.
Baca juga: Omnibus Law disarankan muat aturan terkait LPS Koperasi
Sebelumnya, pemerintah sudah menyerahkan RUU Cipta Kerja kepada DPR RI pada Rabu (12/2) yang nantinya akan dibahas di Badan Legislasi atau Panitia Khusus.
Draf Omnibus Law Cipta Kerja sendiri terdiri dari 79 UU dengan 15 bab dan 174 pasal yang menyasar 11 klaster, termasuk ketenagakerjaan.
Baca juga: Said Iqbal : Omnibus Law RUU Cipta Kerja hilangkan pesangon
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2020