Persoalannya sebagian besar masyarakat berpendapatan rendah (MBR) di Indonesia tidak bekerja di sektor formal. Sehingga terkadang sulit untuk mendapatkan fasilitas kredit (bankable) termasuk dalam hal mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Para MBR ini pada akhirnya tinggal di bilik-bilik kontrakan yang jauh dari kesan sehat. Apalagi di kota seperti Jakarta, mereka mendiami di gang-gang sempit dalam rumah-rumah petak yang sangat kecil.
Mereka ini menekuni pekerjaan sebagai pedagang keliling, tukang ojek, tukang jahit, serta beragam profesi lainnya. Hal ini yang membuat munculnya kawasan-kawasan kumuh (slum area) di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
Di sisi lain data kesenjangan jumlah suplai dengan kebutuhan rumah (backlog) masih berkisar 5 juta unit tahun 2019. Tentunya kalau angka ini ingin diperkecil maka pemerintah harus mendorong tersedianya hunian yang terjangkau bagi MBR.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sebagai bank penyalur KPR dengan mayoritas atau lebih dari 50 persen merupakan KPR subsidi sudah memperhatikan soal persoalan "backlog" tersebut.
Bank plat merah tersebut kemudian memperluas layanannya tidak hanya dari kalangan aparatur sipil negara, swasta, BUMN tetapi juga pekerja di sektor informal seperti yang sudah berlangsung dengan pengemudi taksi, pengendara ojek daring (online), bahkan pedagang.
Baca juga: BTN ingin jadi mitra utama BP Tapera genjot pembiayaan rumah murah
Baca juga: Wujudkan rumah murah, Kudus gandeng BTN Sektor Informal
Direktur Utama Bank BTN, Pahala Mansury mengatakan dengan menjalin kerja sama dengan koperasi akan dapat mengubah pekerja informal dari semula "unbankable" menjadi "bankable".
Hal ini yang kemudian dilakukan BTN untuk memperluas layanan kepada masyarakat yang bekerja di sektor informal. Tentunya dengan menjalin kerja sama dengan koperasi atau badan usaha yang mengayomi para pekerja itu.
Dalam salah satu tayangan video, Bank BTN memperlihatkan bagaimana seorang tukang cukur di Kabupaten Garut pada akhirnya dapat membeli rumah dengan fasilitas KPR bersubsidi.
Masyarakat dalam membeli rumah bukan sekedar untuk ditempati bersama keluarga. Namun juga mendapat nilai tambah berupa peningkatan ekonomi, interaksi sosial, pendidikan keluarga merupakan sebagian dari manfaat dari memiliki rumah.
Sebagai gambaran untuk peningkatan ekonomi, rumah dapat menjadi tempat melepas penat setelah lelah seharian bekerja. Agar esok harinya dapat beraktivitas untuk mencari nafkah baik sebagai karyawan atau pekerja di sektor informal.
Alternatif lagi dengan perhitungan yang bijak rumah juga dapat diagunkan untuk mendapatkan modal kerja. Tentunya dengan mempertimbangkan bisnis yang matang agar penyelesaian kewajiban dapat tepat waktu dan aman.
Baca juga: Anies ingatkan pemohon DP0 Rupiah harus miliki tabungan
Baca juga: Rumah murah di perkotaan masih bisa dibangun Iklim Menarik
Persoalannya untuk mengejar "backlog" rumah bukanlah perkara mudah. Untuk mencari rumah dengan harga murah atau terjangkau namun lokasi dekat tempat bekerja jumlahnya kian terbatas.
Hal ini bukan karena pengembang tidak mau membangun rumah murah. Bahkan kalau melihat struktur organisasi Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) sebagai organisasi paling tua hampir 80 persen anggotanya merupakan pengembang rumah murah dan rumah bersubsidi.
Ini belum termasuk organisasi lainnya yang terdaftar di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Mayoritas memang bergerak pada pengembangan hunian murah dan terjangkau.
Lantas mengapa persoalan "backlog: ini masih menjadi problem sampai saat ini. Di sini memang pemerintah harus hadir untuk membuat regulasi agar iklim di sektor rumah murah ini tetap menarik digarap oleh pengembang.
Pemerintah memang tidak tinggal diam, diantaranya dengan memberikan banyak dukungan meliputi peningkatan batasan tidak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rumah sederhana dan rumah sangat sederhana serta pembebasan PPN atas rumah/bangunan korban bencana alam.
Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas hunian mewah dari 5 persen menjadi 1 persen dan peningkatan batas nilai hunian mewah yang dikenakan PPh dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPNBM).
Kemudian melalui Bank Indonesia (BI) juga dibuat kebijakan moneter yang menarik seperti relaksasi "loan to value" dengan melonggarkan giro wajib minimum dan penurunan suku bunga acuan atau BI Rate.
Tidak itu saja. Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat membuka pameran perumahan "Indonesia Property Expo" (IPEX) tanggal 15 Februari hingga 23 Februari 2020 mengatakan, pemerintah tengah menggodok rancangan Undang-Undang Omnibuslaw. Salah satu tujuannya agar izin membangun rumah menjadi lebih murah dan mudah.
Tidak itu saja, Wakil Presiden juga mengatakan pemerintah tengah membangun sistem daring (online) untuk memudahkan proses izin. Ke depan pemohon dan pemberi izin tidak perlu saling bertemu sehingga akan meminimalkan terjadinya pungli.
Ma'ruf berharap dengan berbagai regulasi yang disiapkan pemerintah maka KPR juga dapat dirasakan masyarakat berpendapatan rendah. Tujuannya agar pertumbuhan ekonomi yang terus didorong pemerintah juga dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Baca juga: Hadirkan rumah subsidi, IIPEX 2019 dihadiri ribuan pengunjung
Baca juga: Pemkot Makassar-BTN jajaki kerja sama rumah murah Rumah Murah
Pertanyaannya bagaimana mencari rumah dengan harga terjangkau terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah. Jawaban atas pertanyaan ini akhirnya berpulang kepada masyarakat itu sendiri, terkait dengan kemampuan yang dimiliki.
Setidaknya dari kalangan ahli keuangan menyebutkan ukuran membeli rumah dapat dilihat dari 30 persen penghasilan keluarga. Dengan demikian kalau penghasilan suami dan istri digabung menjadi Rp10 juta, maka Rp3 juta dapat digunakan untuk mengangsur rumah.
Kalau ditanya apakah bisa mendapat KPR dengan angka Rp3 juta tentunya sangat bisa. Tinggal berapa lama masa kredit atau tenor yang diinginkan bisa dihitung dari usia produktif pemohon kredit.
Berdasarkan kalkulator BTN untuk rumah seharga Rp200 juta dengan tenor 20 tahun dan uang muka Rp2 juta, maka angsuran per bulan cukup 2,5 juta sudah termasuk perhitungan biaya-biaya. Bahkan terkadang kalau sedang promosi biaya-biaya itu bebas (gratis).
Kalau sudah mengantongi harga properti yang bisa dibeli tinggal mencari lokasinya. Ada dua pilihan untuk membeli rumah apakah apartemen atau rumah tapak. Untuk rumah tapak konsekuensinya harus mencari agak jauh dari pusat kota.
Untuk itu, pertama, pembeli harus cermat mencari lokasi pilihan pertama dekat dengan transportasi publik untuk menjangkau tempat bekerja. Kedua, apakah lokasi tersebut dekat dengan fasilitas pendidikan, pasar, rumah sakit dan sebagainya.
Yang lebih penting lagi, untuk dipertimbangkan apakah lokasi yang dipilih tersebut aman dari bencana baik itu banjir, longsor atau gempa. Biasanya perbankan tidak akan mencarikan KPR apabila lokasi hunian tersebut berbahaya bagi penghuninya.
Bahkan Wakil Presiden Ma'ruf Amin berpesan kepada BTN agar tidak mencarikan dananya kalau perumahan itu tidak dilengkapi dengan fasilitas air bersih dan sanitasi yang memadai.
Bagi Wapres, kedua hal itu penting karena berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak ke depannya. Kasus "stunting" timbul dari kondisi lingkungan hunian yang tidak layak.
Baca juga: Kementerian PUPR siapkan skema penyediaan rumah untuk milenial
Baca juga: Pemerintah siapkan alternatif pembiayaan pembangunan rumah murah
Pameran
Ada cara lain untuk mendapatkan rumah yang layak dan aman. Yakni dengan melihat pameran rumah seperti yang digelar Bank BTN melalui IPEX seperti yang saat ini memasuki periode ke-20 karena tingginya animo masyarakat mencari rumah.
Dalam pameran IPEX, pengembang sudah dapat dipastikan mendapat dukungan KPR dari BTN. Tinggal pilihannya pada lokasi dan kondisi bangunan.
Jangan lupa agar banyak bertanya mengingat rumah merupakan tempat yang akan kita tinggali bertahun-tahun sampai dengan anak cucu.
BTN dalam ajang IPEX ke 20 optimistis akan dapat meraup izin prinsip KPR baik subsidi maupun non subsidi sebesar Rp3 triliun dengan target "booked" sebesar Rp1 triliun.
Menurut Pahala N. Mansury, tahun 2020 perseroan menargetkan pertumbuhan kredit yang mayoritas ditopang sektor KPR sebesar 8-10 persen yang didorong pertumbuhan KPR secara keseluruhan sekitar 17 persen. Sementara untuk segmen KPR Subsidi, bank berkode saham BBTN ini hanya menargetkan pertumbuhan sekitar 3 persen.
Angka pertumbuhan KPR Subsidi yang melandai disebabkan karena kuota FLPP yang diberikan BTN sebesar 220.000 unit. Jumlah tersebut terdiri atas Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 110.000 unit dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebanyak 40.000 unit-45.000 unit.
Baca juga: BTN ingin jadi mitra utama BP Tapera genjot pembiayaan rumah murah
Baca juga: 40 keluarga mulai menempati rumah sewa untuk nelayan Pasar Milenial
Untuk mencapai target tersebut, strategi yang dijalankan Bank BTN salah satunya dengan aktif menggelar pameran yang mempertemukan konsumen dengan pengembang, seperti IPEX yang diramaikan oleh 105 pengembang.
Pengembang yang hadir menawarkan setidaknya 650 proyek hunian, mulai dari hunian tapak, vertikal dengan desain minimalis dan modern berlokasi strategis. Seperti di kawasan berbasis Transit Oriented Development (TOD) yang tersebar di Jabodetabek yang saat ini sedang digandrungi generasi milenial.
BTN juga mengejar pasar milenial yang berdasarkan prediksi pemerintah jumlahnya mencapai 70 persen dari penduduk Indonesia.
Dengan berbagai upaya menjaring KPR baik bagi milenial maupun dari pekerja informal tidak tertutup kemungkinan "backlog" yang tiap tahun melebar dapat dikurangi. Persoalan "backlog" rumah ini ke depan menjadi persoalan krusial mengingat Indonesia bakal menghadapi bonus demografi.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020