Mamuju (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Milton Hasibuan mengatakan anak yang berhadapan dengan hukum harus diperlakukan melalui pendekatan keadilan "restoratif" dan "diversi".

"Guna menjauhkan anak dari proses peradilan dalam rangka menghindari stigmatisasi, maka pendekatan keadilan restoratif dan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum harus dilakukan. Tentu, itu perlu peran serta semua pihak," kata Milton Hasibuan, pada rapat koordinasi Pembinaan dan Pembimbingan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), yang berlangsung di Maleo Town Square Hotel, Mamuju, Kamis.

Baca juga: KPAI: utamakan asas restoratif atasi ABH 21-22 Mei

Restoratif merupakan suatu jalan untuk menyelesaikan kasus pidana yang melibatkan masyarakat, korban, dan pelaku kejahatan dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak. Sedangkan diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Rapat Koordinasi itu diikuti para perwakilan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres), Kepala Kejaksaan Negeri Mamuju, Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Kepala Rumah Tahanan Negara, Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak dan Kepala Balai Pemasyarakatan se-Sulawesi Barat serta pemerhati anak di daerah itu.

Sementara, narasumber pada kegiatan itu, yakni Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Ditjen pemasyarakatan Budi Sarwono. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulbar Darmawel dan Kabag Wasidik Ditkrimum Polda Sulbar AKBP Yuli Rinawati.

Staf Khusus Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Milton Hasibuan (ketiga dari kiri) bersama Kepala Kanwil Kemenkum HAM Sulbar Harun Sulianto (ketiga dari kanan) serta Kepala Kejaksaan Tinggi Sulbar Darmawel (dua dari kiri), pada rapat koordinasi Pembinaan dan Pembimbingan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), yang berlangsung di Maleo Town Square Hotel, Mamuju, Kamis (13/2). (ANTARA/HO/Humas Kanwil Kemenkum HAM Sulbar)

"Untuk itu, mari kita cari solusi agar penegakan hukum anak itu dalam rangka memperbaiki, rekonsiliasi, menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan," tegas Milton Hasibuan.

Visionernya suatu bangsa, menurut Milton Hasibuan, dapat dilihat dari bangsa tersebut memberikan prioritas pembangunan bagi anak.

Baca juga: KPPPA: Belum semua penegak hukum pahami Sistem Peradilan Pidana Anak

Baca juga: KPPPA: kelembagaan Sistem Peradilan Pidana Anak belum cukup tersedia

"Konstitusi kita sudah mengatur bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi," terangnya.

Ia juga meminta agar anak yang terkonfirmasi dan teridentifikasi sebagai pengguna narkotika, harus dilihat dalam perspektif dia sebagai korban.

"Sehingga, jika mungkin dijatuhi tindakan saja, atau dikembalikan ke orangtua atau direhabilitasi dan jika harus dipidana maka dengan pelatihan kerja saja. Prinsipnya, anak diajuhkan dari pemenjaraan," tegasnya.

"Menurut data Bapas Polewali, di Sulbar ini keberhasilan diversi mencapai 95 persen. Dari 112 penelitian kemasyarakatan yang dimintakan diversi, hanya tiga kasus yang gagal didiversi, sisanya 109 berhasil, yakni 104 di kepolisian, empat di Kejaksaan dan satu di Pengadilan tingkat pertama. Untuk itu, kami mengapresiasi keberhasilan ini," kata Milton Hasibuan.

Pewarta: Amirullah
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020