Tentunya penerima manfaat akan melalui beberapa tahap asesmen untuk menentukan rehabilitasi apa yang dibutuhkan oleh penerima manfaat
Makassar (ANTARA) - Menteri Sosial Juliari P. Batubara mengatakan Loka Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Napza dan Orang dengan HIV/AIDS "Pangurangi" yang diresmikan di Kabupaten Takalar, Sulsel menggunakan platform baru, Program Rehabilitasi Sosial 5 Klaster New Platform (PROGRES 5.0 NP).
"Loka rehabilitasi sosial yang berdiri di atas tanah seluas 6,6 hektare, LRSKP Napza, dan LRSODH 'Pangurangi' di Takalar ini, programnya menitikberatkan pada layanan rehabilitasi sosial yang bersifat holistik," katanya pada kunjungan kerja di Desa Patoppakkang, Kecamatan Mangngarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Rabu.
Selain holistik, lanjut dia, juga sistematik dan terstandar untuk lima klaster Penerima Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang meliputi korban penyalahgunaan napza, anak yang memerlukan perlindungan khusus, penyandang disabilitas, lanjut usia, serta tuna sosial dan korban perdagangan orang.
Dirjen Rehabilitasi Sosial Edi Suharto mengimbuhkan peresmian LRSKP Napza dan LRSODH "Pangurangi" di Takalar menjadi respons dari program "Darurat Narkoba" yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Mensos: Loka Rehabilitasi Sosial di Takalar peresmian terakhir
Program "Darurat Narkoba" adalah respons dari hasil survei BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) yang memperkirakan pada 2015 penyalahguna narkoba di Indonesia 4,1 juta orang atau 2,2 persen dari total penduduk.
"Takalar dipilih sebagai lokasi lembaga rehabilitasi sosial berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana disebutkan bahwa pemerintahan pusat memiliki kewenangan/kewajiban menyelenggarakan rehabilitasi sosial korban napza dan HIV," katanya.
Selain itu, data BNN menunjukkan bahwa angka penyalahgunaan narkoba di Sulawesi Selatan termasuk tinggi, yakni 138.937 orang atau 2,27 persen dari total penduduk pada 2015, walaupun angka itu kemudian menurun menjadi 1,95 persen atau 133.503 orang pada 2017.
Dia menjelaskan lembaga itu milik pemerintah pusat. Loka itu lembaga nasional yang bersifat inklusi. Artinya, pelayanan kepada penyalahguna napza dan ODH tidak hanya yang berlokasi di Sulawesi Selatan, tetapi mencakup provinsi yang lain, terutama sebagai penyangga wilayah Indonesia bagian timur dalam hal rehabilitasi sosial kepada korban penyalahgunaan napza dan ODH.
Loka yang mulai dibangun sejak 2017 itu akan memberi layanan rehabilitasi kepada korban penyalahgunaan napza dalam hal ini disebut penerima manfaat, baik yang dirujuk oleh Dinas Sosial setempat maupun keluarga korban.
"Tentunya penerima manfaat akan melalui beberapa tahap asesmen untuk menentukan rehabilitasi apa yang dibutuhkan oleh penerima manfaat," katanya.
Baca juga: Loka Rehabilitasi Sosial Napza di Takalar bakal diresmikan Mensos
Pewarta: Suriani Mappong
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020