Heru menuturkan penentuan dalam menambahkan maupun mengurangi objek kena cukai nantinya hanya melalui Peraturan Pemerintah (PP) setelah Omnibus Law tersebut diimplementasikan.
“Tujuan pengendalian dan pembatasan dari barang-barang yang jadi objek cukai baru itu bisa langsung diimplementasikan berdasarkan Peraturan Pemerintah,” katanya di Kantor DJP, Jakarta, Selasa.
Heru mengatakan melalui Peraturan Pemerintah itu membuat pemerintah lebih cepat dalam memutuskan sesuatu termasuk menentukan jenis barang yang harus dibatasi karena hanya membutuhkan tanda tangan presiden tanpa pembahasan bersama DPR.
“Kita berharap izin prinsip itu sudah diberikan di Omnibus Law dan diserahkan pada pemerintah dengan mempertimbangkan tujuan pengendalian yang bersifat dinamis dan fleksibel,” katanya.
Di sisi lain, Heru menegaskan melalui Omnibus Law tidak berarti peran dan keterlibatan DPR menjadi hilang sebab persetujuannya masih dibutuhkan dalam menyetujui draf Omnibus Law Perpajakan yang telah diserahkan beberapa waktu lalu.
“Di APBN pasti ada unsur pembahasan mengenai target penerimaan dan di dalamnya pasti ada kalkulasi itu,” ujarnya.
Tak hanya itu, Heru juga menuturkan pihaknya akan tetap memberikan laporan kepada para anggota dewan jika ada objek cukai baru, namun untuk pengenaan tarif cukai baru masih melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
"Tarif di PMK,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan setelah Omnibus Law Perpajakan disetujui maka pemerintah juga akan mengimplementasikan tarif untuk tiga objek cukai baru yaitu plastik, minuman berpemanis, dan karbon.
"Tentunya sudah kita siapkan secara teknis,” katanya.
Sebagai informasi, Draf Omnibus Law Perpajakan telah diserahkan kepada DPR RI dan kini masih menunggu keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR terkait pembahasan melalui Badan Legislasi Panja atau Pansus
“Kita harap izin itu diberikan secara prinsip melalui Omnibus Law yaitu DPR atas usulan pemerintah sehingga tujuan pengendalian dan pembatasan objek cukai baru bisa langsung diimplementasikan berdasarkan PP,” kata Heru.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020