Jakarta (ANTARA) - Lembaga Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menolak adanya wacana untuk membuka kembali ekspor benih lobster dalam rangka meningkatkan nilai ekspor yang akan bisa meningkatkan pula jumlah devisa negara.
"DFW tetap menolak kebijakan ekspor benih lobster dengan alasan lobster adalah salah satu sumber plasma nutfah Indonesia yg mesti dijaga," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Selasa.
Menurut Abdi Suhufan, para penangkap benih lobster yang ada saat ini bisa dialihkan menjadi pembuddya lobster dengan pendampingan intensif oleh KKP.
Baca juga: KKP klarifikasi, Stafsus: Keputusan ekspor benih lobster belum final
Selain itu, ujar dia, guna mengatasi penyelundupan lobster, maka KKP juga perlu untuk lebih mengoptimalkan kerja sama dengan Kepolisian RI.
"Minggu lalu KKP dan Polri sudah teken MoU perluasan kerja sama. Mapping lokasi sentra benih, rantai pasar dan rantai pelaku perlu dilakukan secara bersama antara Polri dan KKP serta mesti ada upaya utk memutus rantai penyelundupan," katanya.
Ia berpendapat bahwa bila benih tetap diekspor, maka KKP ke depannya perlu untuk memberlakukan sistem kuota dan menerapkan kuota tersebut dengan transparan dan kriteria ketat kepada eksportir.
"KKP mesti memastikan pengawasan yang ketat terhadap ekspor benih. Misalnya dengan menetapkan bandara atau pelabuhan laut yang bisa mengekspor benih. Di luar pintu tersebut, maka kegiatan ekspor mesti dinyatakan ilegal dan diberikan sanksi hukum sesuai ketentuan perundangan," ucapnya.
Baca juga: Pengamat: Indonesia rugi menghentikan ekspor benih lobster
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan bahwa regulasi sektor kelautan dan perikanan yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus didasarkan kepada kajian ilmiah.
"Intinya, semua yang kami keluarkan harus berdasarkan hasil riset dan kajian, bukan kepentingan satu dua orang saja," kata Menteri Edhy dalam acara FGD Konsultasi Publik yang digelar di KKP, Jakarta, Rabu (5/2).
Konsultasi Publik dengan tema "Bergerak Cepat untuk Kesejahteraan Keadilan dan Keberlanjutan" diikuti oleh perwakilan nelayan, pembudidaya, pelaku usaha, asosiasi dan stakeholder kelautan dan perikanan lainnya.
Salah satu masukan yang disampaikan adalah terkait dengan larangan penangkapan benih lobster (benih) sesuai Permen KP No.56/Permen-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
Berdasarkan data di KKP, benih lobster di perairan Indonesia memang sangat melimpah, di mana jumlahnya mencapai sekitar 12,35 miliar benih per tahun.
Wakil ketua Bidang Riset dan Pengembangan KP2 KKP, Bayu Priambodo mengaku potensi hidup benih lobster di alam memang sangat kecil, yakni 1:10.000. Artinya, dari 10.000 benih yang punya potensi hidup hingga besar adalah satu ekor saja.
"Begitu induk-induk lobster menetaskan telur di laut, dia dititipkan pada mekanisme alam, mekanisme arus, dan mekanisme alam regional,"ucap Bayu.
Menurut peneliti lobster ini, bila benih-benih tersebut tidak dimanfaatkan menjadi nilai ekonomis, akan mati sia-sia, sehingga cara memanfaatkan paling efektif adalah dengan membudidayakan (pembesaran) lobster.
Ia juga berpendapat bahwa pelarangan sebaiknya hanya untuk lobster bertelur. "Prinsip utamanya jangan ganggu indukan yang ada telurnya. Kalau ambil induk, itu mempercepat kepunahan," paparnya.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020