Kalau berkaca dua hal kejadian epidemi sebelumnya (SARS dan MERS) terlihat tidak terlalu ada hubungan antara pasar saham dengan wabah.

Jakarta (ANTARA) - Pelaku pasar di Indonesia meyakini dampak virus corona tidak akan berlangsung jangka panjang bagi perekonomian termasuk bagi pasar saham.

"Kalau berkaca dua hal kejadian epidemi sebelumnya (SARS dan MERS) terlihat tidak terlalu ada hubungan antara pasar saham dengan wabah," kata Head of Investment Spesialist PT Manulife Aset Management Indonesia Freddy Tedja dalam Economic Outlook Bank Standard Chartered Indonesia di Jakarta, Selasa.

Freddy menuturkan saat wabah infeksi saluran pernafasan akut atau SARS mulai merebak di China pada April 2003, indeks saham Asia Pasifik sempat menurun 5,5 persen.

Tiga bulan setelah itu, indeks saham Asia Pasifik, kata dia, kembali naik 16 persen dan enam bulan berikutnya naik kembali 35 persen. "Produk Domestik Bruto (GDP) China juga tidak terlalu berdampak saat itu," katanya.

Baca juga: IHSG diprediksi terus menguat, terkerek bursa saham global

Begitu juga saat wabah pernafasan Timur Tengah atau virus corona MERS, lanjut dia, sejak merebak di Arab Saudi pada April 2014 hingga masa puncak, indeks saham Asia Pasifik naik 1,3 persen, tiga bulan kemudian naik 7,4 persen dan selama enam bulan naik 2,4 persen.

"Arab Saudi GDP sempat turun tapi satu tahun kemudian pulih kembali," katanya.

Menurut dia, virus corona hanya akan berdampak dalam jangka pendek berupa persepsi dari para investor berupa sentimen.

Ia mencontohkan meski virus corona belum terdeteksi di Indonesia, namun pasar saham sempat turun tiga persen.

Baca juga: Presiden Jokowi: 62 "suspect" Virus Corona di RI, semuanya negatif

Penurunan itu, kata dia, karena faktor ketakutan sesaat mengingat Indonesia banyak mengekspor ke China salah satunya batu bara.

"Sekarang di China banyak perusahaan tutup artinya kebutuhan batu bara turun. Dagangan tidak laku, itu jelek buat perusahaan batu bara ujungnya indeks harga saham gabungan (IHSG) turun," katanya.

Contoh lain, lanjut dia, ketika pemerintah memberikan insentif pajak, itu akan menarik investor asing masuk ke Indonesia. "Kalau pajak turun, profit bisa naik, harga saham juga naik. Belum kejadian, pasar sudah naik," katanya.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020