Jakarta (ANTARA) - Di antara sederet faktor risiko seseorang terkena kanker paru, berada di lingkungan atau rumah beratapkan asbes adalah salah satunya menurut dokter spesialis paru dari rumah sakit Persahabatan, Dr. Elisna Syahruddin
"Jangan pakai asbes, ada kaitannya dengan kanker paru," ujar dia dalam acara peresmian Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru di Jakarta, Selasa.
Elisna menjelaskan, serbuk asbes bisa terhirup dan menumpuk di paru dan memicu kanker paru. Serbuk ini juga menyerang jaringan paru sehingga memicu kanker primer pada selaput paru.
"Asbes kan ada serbuk-serbuk, terinhalasi, dia menumpuk di paru jadi kanker paru. Terhirup. Kalau menunggu sampai jaringan, tapi yang paling banyak dia menembus (jaringan) karena dia tajam (serbuk asbes), jadi kanker primer pada selaput paru," jelas dia.
Menurut dokter yang mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu, umumnya kanker muncul setelah seseorang terekspos asbes sekitar 40 tahun.
Baca juga: Rokok elektrik bisa sebabkan kanker, penyakit paru, hingga TB
Baca juga: Kenali penyebab, jenis dan pengobatan kanker paru-paru
Selain asbes, paparan asap rokok dan polusi udara juga termasuk faktor risiko seseorang terkena kanker paru, kata Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. dr. Agus Dwi Susanto.
Dia mencatat, faktor risiko ini berkontribusi pada meningkatnya jumlah kasus kanker paru di rumah sakit rujukan hingga 10 kali lipat dibandingkan 15 tahun lalu. Data PDPI menyebutkan, insiden tertinggi di Indonesia terjadi pada laki-laki 88,8 persen, dibandingkan perempuan (11,2 persen).
"Kami harap masyarakat aware soal kanker paru. Jumlah kasus di rumah sakit rujukan meningkat 10 kali lipat dibanding 15 tahun lalu. Ini tidak terlepas dari faktor risiko seperti merokok, menjadi perokok pasif, polusi udara," kata Agus.
Baca juga: Para pesohor dengan riwayat kanker sepanjang 2019
Baca juga: Aktor "Star Trek" Rene Auberjonois meninggal karena kanker paru-paru
Baca juga: Serat dan yogurt bantu turunkan risiko kena kanker paru
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020