Yogyakarta (ANTARA) - Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Prof Irham mengembangkan aplikasi "Rektanigama" atau Rekam Usahatani Gadjah Mada untuk memudahkan pencatatan usaha tani (farm record) yang harus dilakukan oleh petani.
Irham saat jumpa pers di Ruang Fortagama, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Selasa, mengatakan inisiatif pengembangan aplikasi berbasis website itu berangkat dari keprihatinannya terhadap masih minimnya pencatatan usaha tani yang dilakukan petani Indonesia.
"Saya yakin petani tidak punya catatan. Inilah yang kemudian menginspirasi kami untuk membuat sebuah 'software' (perangkat lunak) dengan program sederhana," kata dia.
Ia mengatakan dari sudut pandang manajerial, pencatatan usaha tani sangat penting dilakukan sebagai dasar pengambilan keputusan petani untuk mengembangkan usaha pertanian.
Baca juga: Mentan: Generasi milenial harus berani jadi petani
"Teknologi rekam usaha tani sangat dibutuhkan dalam kegiatan pertanian saat ini yang semakin berorientasi bisnis," kata Irham.
Rektanigama, kata dia, hadir sebagai suatu platform pencatatan digital yang pengembangannya dimulai sejak 2013 dengan nama "Rekam Usahatani Pokniluh". Pokniluh singkatan dari kelompok tani, petani, dan penyuluh yang ingin menggambarkan pentingnya sinergi antar ketiga pelaku usaha tani tersebut.
Dalam rangka menanggapi kebutuhan petani sebagai pengguna akhir, menurut dia, Pokniluh kemudian bertransformasi menjadi Rektanigama.
Dengan menggunakan dana hibah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sejak 2017 hingga 2019, penyempurnaan aplikasi dilakukan dengan penerapan pada usaha tani organik di Kabuapten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Magelang, Jawa Tengah.
"Melalui website Rektanigama, petani tidak hanya mencatat input usaha tani pada akhir pengelolaan, tetapi juga mencatat aktivitas harian dengan rinci namun tetap mengedepankan asas kemudahan dan kepraktisan," kata dia.
Melalui aplikasi itu, petani dapat melihat kembali data tentang luas lahan pertanian yang dimiliki, produktivitas, bahkan data mengenai pestisida, pupuk, hingga benih yang selama ini digunakan.
"Saya cek di lapangan petani malas mencatat. Maka pilihannya pencatatan ini akan dibantu oleh penyuluh," kata dia.
Dengan data yang tercatat secara digital tersebut, kata dia, para petani diharapkan mengetahui tren produktivitas pertanian setiap musim tanam, mengetahui status keuangan pada suatu titik waktu, mengetahui kerugian dari waktu ke waktu, serta mengetahui pengeluaran yang tidak produktif.
"Dengan begitu petani akan mengetahui kenapa musim yang lalu produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan saat ini. Mereka bisa menganalisis sendiri penyebab-penyebabnya," kata dia.
Lebih dari itu, menurut dia, catatan usaha tani juga bisa menjadi dasar untuk memudahkan akuisisi kredit perbankan, termasuk penghitungan premi asuransi pertanian.
Pada usaha tani dengan sistem organik, pencatatan usaha tani bahkan menjadi aspek yang dipersyaratkan secara teknis untuk keperluan sertifikasi. Sehingga dengan sekali akses, seluruh data catatan digital akan dapat dibuka.
"'Farm record ini akan memudahkan pihak-pihak terkait dalam hal pengumpulan data hingga menjadi bank data yang dapat digunakan untuk penyusunan kebijakan, serta pembuatan laporan tahunan," kata dia.
Baca juga: BPTP NTT minta petani jagung waspadai ulat grayak
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020