Timika (ANTARA) - Para mahasiswa dan pelajar eksodus asal Kabupaten Mimika Provinsi Papua meminta Pemkab setempat beserta PT Freeport Indonesia dan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) memberi perhatian kepada rekan-rekan mereka yang telah kembali ke kota studi di Pulau Jawa.
Raymond Nirigi selaku senior mahasiswa Papua di Jawa Tengah di Timika, Senin, mengatakan beberapa waktu lalu sebanyak 32 mahasiswa Papua asal Kabupaten Mimika telah kembali ke kota studinya di Salatiga, Jawa Tengah.
Beberapa mahasiswa Papua lainnya telah kembali ke kota studi atas biaya sendiri atau atas tanggungan orang tua.
Baca juga: Mahasiswa Mimika yang eksodus minta dikembalikan ke kota studi
Namun para mahasiswa yang telah kembali ke kota studi itu mengalami kesulitan untuk mencari tempat tinggal (kos-kosan) dan biaya hidup. Beberapa diantaranya juga tidak diterima lagi di kampus lantaran sudah melampaui waktu pelaksanaan registrasi.
"Kami minta Pemda Mimika, PT Freeport, LPMAK, Lemasa (Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme), Lemasko (Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro) dan pemangku kepentingan yang lain tolong memperhatikan adik-adik mahasiswa yang sudah kembali ke kota studi. Sekarang ini mereka terdesak untuk mencari tempat tinggal, biaya hidup dan lain-lain," kata Raymond.
Baca juga: 32 mahasiswa Papua kembali ke kota studi di Salatiga
Menurut dia, para mahasiswa yang sudah kembali ke kota studi itu menempuh perkuliahan pada sejumlah lembaga Perguruan Tinggi di beberapa kota baik di Pulau Jawa maupun di Sulawesi Utara seperti di Universitas Dela Sale dan Universitas Sam Ratulangi Manado, Universitas Kristen Setya Wacana Salatiga, Universitas Trisakti Jakarta, UKDW dan Universitas Sanata Dharma Jogjakarta serta Universitas Widya Mandala Surabaya.
Baca juga: Polisi amankan 3 pendemo di Kantor Bupati Mimika
Raymond berharap agar Tim Sosialisasi kerja sama Pemkab Mimika dengan LPMAK yang diketuai Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Pemprov maupun pihak kampus dimana para mahasiswa asal Kabupaten Mimika itu menimba ilmu.
"Tolong Tim Sosialisasi Pemkab Mimika yang dipimpin Pak Wabup Johannes Rettob berkomunikasi dengan pihak Pemprov maupun pihak kampus di beberapa kota itu agar adik-adik kami yang sementara tidak bisa kuliah bisa diterima kembali di universitas masing-masing," ujarnya.
Para mahasiswa yang telah kembali ke kota studinya itu mengeluhkan harus mengeluarkan biaya sendiri untuk melakukan registrasi ulang di kampus tempat perkuliahannya, sebab pihak PT Freeport melalui LPMAK telah menghentikan pemberian bantuan beasiswa sejak para mahasiswa tersebut memutuskan eksodus ke Timika pada bulan Agustus-September 2019.
"Adik-adik ini menulis surat bahwa biaya kuliah semester sebelumnya dan semester berjalan ini harus dibayar sekaligus untuk bisa diterima kembali kuliah. Mereka harus bayar pakai biaya sendiri karena LPMAK sudah menghentikan pemberian bantuan beasiswa. Jumlah biaya yang harus dibayarkan sekitar Rp10 juta - Rp12 juta per orang," kata Raymond.
Selain itu, para mahasiswa yang telah kembali ke kota studi itu mengaku harus urung rembuk untuk membayar biaya rumah kontrakan atau rumah kos, dimana satu rumah bisa ditinggali sekitar lima hingga 15 orang mahasiswa.
Belum lagi mereka menghadapi kenyataan bahwa banyak pemilik rumah kontrakan di sekitar kampus tidak menerima mahasiswa Papua.
"Untuk sementara ini mereka belum kuliah. Perkuliahan nanti baru dimulai sekitar bulan April sehingga selama dua bulan ke depan mereka sangat membutuhkan perhatian dari Pemda, PT Freeport dan LPMAK khusus terkait dengan tempat tinggal dan biaya hidup," jelas Raymond.
Pada Senin siang sekitar 30-an mahasiswa dan pelajar eksodus asal Kabupaten Mimika menggelar unjuk rasa di Kantor Bupati Mimika untuk menuntut agar Pemkab setempat bersama PT Freeport dan LPMAK memfasilitasi pemulangan mereka kembali ke kota studi.
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020