Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yaqut Cholil Qoumas meminta pemerintah untuk memperketat seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2020 yang sedang berlangsung, terutama melakukan penyaringan terhadap CPNS yang intoleran dan berpaham radikal.
"Pemerintah perlu melakukan sejumlah antisipasi terhadap proses seleksi agar tidak kecolongan tersusupi CPNS yang intoleran dan berpaham radikal, atau malah sudah terafiliasi dengan organisasi radikal," kata Yaqut, dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat.
Baca juga: BNPT: Cegah penyebaran radikalisme, perketat 'screening' ASN
Menurut dia, kalau perlu dilakukan deteksi dini atau "screening" terhadap CPNS yang sudah lolos tes tahap pertama sebelum mengikuti tes selanjutnya karena banyak kasus dugaan ASN yang terpapar paham radikal belakangan ini.
"Harus ada langkah preventif. Tidak cukup, misalnya, dengan menandatangani pernyataan mengakui Pancasila dan NKRI saja. Sudah banyak contoh, PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) terpapar radikalisme. Perlu ada peraturan pemerintah yang mengatur soal ini,” kata Ketua DPP PKB ini.
Baca juga: Menteri PANRB: Kalau mau jadi ASN, harus ikut aturan SKB radikalisme
Mengutip survei Alvara Research Center, Gus Yaqut mengatakan banyak PNS tidak setuju dengan ideologi Pancasila, namun setuju dengan ideologi Islam.
"Bahkan, tak sedikit PNS yang setuju dengan model khilafah sebagai bentuk negara, daripada NKRI," katanya.
Baca juga: BPIP setuju ASN wajib patuhi SKB radikalisme
Dia mengakui mayoritas PNS masih memilih Pancasila dan NKRI, namun ini potensi yang tidak bisa dianggap sepele.
"Potensi radikalisme dan toleransi ini terjadi pada aparatur negara. Ini berbahaya. Sebab itu, harus ada antisipasi, sistem seleksi yang jelas. Belum lagi bicara kalangan yang terpapar lewat kajian-kajian keagamaan di lingkungannya bekerja," ungkap Gus Yaqut.
Survei Alvara membeberkan hasil sebanyak 19,4 persen PNS lebih memilih ideologi lain, yakni Islam dibandingkan dengan Pancasila dan sebanyak 22,2 persen setuju dengan konsep khilafah.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020