Jakarta (ANTARA) - Johannes Baptista (JB) Sumarlin merupakan nama yang tidak terpisahkan dalam perjalanan pembangunan ekonomi Indonesia di masa Orde Baru.

Sumarlin pernah menempati berbagai jabatan penting di pemerintahan RI seperti Menteri Penertiban dan Pendayagunaan Aparatur Negara (1973-1983) dan Menteri Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas (1983-1988).

Namanya pun semakin harum ketika dipercaya Presiden Soeharto untuk menjabat sebagai Menteri Keuangan (1988-1993).

Selama mengabdi sebagai bendahara negara, JB Sumarlin pernah melakukan sejumlah terobosan untuk mengatasi tantangan dan permasalahan ekonomi Indonesia.

Terobosan itu antara lain Gebrakan Sumarlin I berupa pengetatan moneter dengan cara menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan ini mampu meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi hingga 5,7 persen atau melebihi rata-rata pertumbuhan lima persen pada 1988.

Setelah itu, didampingi Menteri Muda Keuangan Nasruddin Sumintapura, Sumarlin mengeluarkan paket kebijakan untuk mendukung pengendalian inflasi dan memperkuat struktur perkreditan.

Paket Kebijakan Deregulasi di Bidang Moneter, Keuangan dan Perbankan (Pakto 1988) itu kemudian disusul penerbitan Paket Maret 1989, dan Paket Januari 1990.

Pada Maret 1991, Sumarlin mengeluarkan Gebrakan Sumarlin II yang mampu mengekang laju inflasi hingga secara berangsur-angsur turun menjadi 4,9 persen pada 1992.

Selesai tugas di Kabinet Pembangunan, Sumarlin juga dipercaya menjabat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (1993-1998), sekaligus mengemban tugas di Bank Dunia sebagai Ketua Tim Restrukturisasi Ekonomi Kirgistan.


Begawan ekonomi

Kini, tokoh ekonomi nasional yang menjadi salah satu putra terbaik bangsa ini telah berpulang menghadap sang Pecipta.

Menteri Keuangan periode 1988-1993 JB Sumarlin meninggal dunia dalam usia 87 tahun di Rumah Sakit Carolus, Jakarta, Kamis siang (6/2). Demikian pesan singkat yang beredar di publik.

Menurut pihak keluarga, Sumarlin mempunyai riwayat sakit diabetes dan pernah mengalami stroke serta komplikasi penyakit lainnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengenang Sumarlin sebagai pahlawan yang telah memberikan kontribusi besar dalam bidang ekonomi.

"Bagi kami beliau adalah panutan dan sangat profesional. Kami juga masih sering berkomunikasi dan beliau banyak memberikan masukan," kata Airlangga.

Airlangga yang merupakan putra Menteri Perindustrian periode 1983-1993 Hartarto Sastrosoenarto ini juga mengingat pelajaran yang diberikan oleh Sumarlin dalam mengelola ekonomi Indonesia.

Salah satunya ketika Sumarlin mendukung pengendalian inflasi dan memperkuat struktur perkreditan melalui paket kebijakan deregulasi bidang moneter, keuangan dan perbankan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengenang Sumarlin sebagai sosok yang mengawal kebijakan liberalisasi di sektor keuangan, terutama perbankan dan pasar modal.

Menurut dia, kebijakan itu membuat industri perbankan dan pasar modal tetap tumbuh dan mampu menyuntikkan likuiditas ke perekonomian.

Selain itu, Sumarlin juga berani mengeluarkan kebijakan tidak populer dalam menjaga kinerja perekonomian meski menghadapi tantangan gejolak harga minyak akibat perang Iran-Irak di periode 1980-an.

"Kita bisa belajar banyak dari periode tersebut untuk bisa menjaga ekonomi Indonesia dan terus memperbaiki kebijakan ekonomi kita".

Sri Mulyani kemudian menceritakan bahwa Sumarlin merupakan dosennya saat menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Saat mengajar mata kuliah perekonomian Indonesia, Sumarlin selalu sungguh-sungguh dalam mengajarkan berbagai aspek perekonomian kepada para mahasiswa dan mahasiswinya.

"Beliau tetap mengajar, meski sudah menjadi pejabat negara yang sangat sibuk," kenang mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto ikut mengenang Sumarlin sebagai figur yang berjasa dalam meletakkan tonggak kebijakan moneter di Indonesia.

Menurut dia, terobosan berupa Gebrakan Sumarlin jilid I dan II mampu mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi Indonesia pada era akhir 1980-an.


Katoebin

Kiprah besar JB Sumarlin, kelahiran Blitar, 7 Desember 1932 ini ternyata tidak hanya di bidang ekonomi dan pembangunan, namun juga di masa perjuangan. Dia bersama pelajar lain berjuang di medan gerilya di sekitar Yogyakarta pada zaman revolusi.

Menurut buku JB Sumarlin, "Cabe Rawit yang Lahir di Sawah" karya Bondan Winarno, nama asli Sumarlin adalah Katoebin, singkatan dari "akad-akad metu neng sabin" atau hari Ahad lahir di sawah.

Ibunya memang sedang bekerja di sawah pada hari Minggu saat bayi kecil itu lahir.

Karena bayi Katoebin sering sakit, sesuai tradisi Jawa pedesaan, namanya diganti menjadi Sumarlin, mirip dengan nama sang kakak, Sumarlan.

Meski lahir dari keluarga petani, Sumarlin mampu menempuh pendidikan tinggi hingga lulus dari Fakultas Ekonomi Indonesia pada 1958.

Sumarlin yang disebut-sebut sebagai bagian dari Mafia Berkeley generasi kedua ini melanjutkan S2 di Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat dan mendapatkan gelar Master of Arts (MA) pada 1960.

Pria berperawakan kecil ini juga menempuh S3 di Universitas Pittsburg, Amerika Serikat dan meraih gelar doktor Ph.D pada 1968.

Suami Theresia Yostiana Soedarmi ini pernah mendapatkan penghargaan sebagai Menteri Keuangan terbaik tahun 1989 oleh Euromoney dan Menteri terbaik tahun 1990 oleh majalah Asia.

Sumarlin juga mendapatkan Bintang Mahaputra Adiprana III pada 1973, dan pernah meraih Bintang Grootkruis in de Orde van Leopold II dari pemerintah Belgia pada 1975.

Menurut rencana, jenazah ekonom senior ini akan dimakamkan di pemakaman San Diego Hills pada Senin (10/2/2020).

Baca juga: Jenazah JB Sumarlin disemayamkan di rumah duka Rumah Sakit Siloam

Baca juga: Luhut sebut mendiang JB Sumarlin seorang negarawan

Baca juga: JB Sumarlin disebut sosok yang pantas dipelajari kebijakannya

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020