Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah asosiasi yang tergabung dalam Aliansi Sembilan Asosiasi menyakini Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53 Tahun 2008 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 mengenai penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko moderen, dapat menciptakan perdagangan yang adil bagi semua pihak yang terkait dalam jangka panjang. Koordinator Aliansi Sembilan Asosiasi, Putri K Wardani, di Jakarta, Senin, mengatakan pihaknya menyambut positif Permendag yang baru diterbitkan pekan lalu tersebut, karena dalam bisa membantu menyelematkan sektor manufaktur produk konsumen, pasar tradisional, distributor, dan ritel nasional dalam jangka panjang. "Keberadaan Permendag No 53/2008 itu bermanfaat menyeimbangkan posisi dan kelangsungan hidup industri nasional dan pasar tradisional, karena dengan peraturan itu membatasi ritel modern yang (sering) membanting harga sehingga mematikan pasar tradisional," ujarnya. Diakui Putri, prilaku ritel modern yang sering membanting harga "seolah-olah" menguntungkan konsumen. Namun dalam jangka panjang, lanjut dia, ritel modern akan memiliki kekuatan untuk mengontrol dan mendikte harga, karena akibat prilakunya itu pasar tradisional bertumbangan. Menurut dia, sudah selayaknya pemerintah membuat aturan mengenai penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko moderen, setelah lebih dari delapan tahun peritel modern bebas melakukan transaksi dagang mereka tanpa rambu-rambu dari pemerintah. Ia mengatakan sejak IMF mendesak Indonesia mengeluarkan sektor perdagangan dari Daftar Negatif Investasi delapan tahun lalu, pemerintah tidak segera membuat peraturan mengenai penataan perpasaran di Indonesia yang "diserbu" ritel modern dan asing. Baru pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No.112/2007 yang diikuti oleh Permendag Nomor 53 Tahun 2008 sebagai petunjuk pelaksanaan Peraturan Presiden tersebut. "Saya tidak sepenuhnya dapat mempermasalahkan mereka (peritel modern) selama ini, karena selama ini (sebelum dikeluarkannya Permendag) Indonesia belum memiliki aturan main yang baku seperti yang dimiliki negara-negara lain," kata Putri. Oleh karena itu ia menilai wajar bila kalangan peritel modern baik hipermarket maupun supermarket tidak sepenuhnya setuju dengan Permendag tersebut. Ia mengatakan selama ini kalangan peritel modern memiliki posisi tawar sangat kuat terhadap para pemasok karena tidak ada pembatasan biaya kontrak dagang antara pemasok khususnya industri nasional dengan para peritel modern, sehingga beban pemasok terus naik setiap tahun. "Artinya, pemasok dari industri nasional diharuskan menjual dalam keadaan rugi kepada peritel modern," ujarnya. Putri mengatakan kalangan para pemasok terpaksa terus melakukan bisnis dengan kalangan peritel modern yang memiliki posisi tawar kuat itu, karena tidak punya alternatif yang kuat mengingat pasar tradisional atau ritel tradisional semakin terdesak keberadaannya di tengah pertumbuhan signifikan ritel modern. "Dengan berdirinya satu peritel modern (hypermarket) di lokasi yang salah atau tidak tepat, maka 3-4 pasar tradisional akan mati. Dengan sendirinya, penjualan pun dialihkan dari ritel tradisional ke ritel modern," katanya. Putri menjelaskan saat ini pada wilayah yang pasar modernnya baik hypermarket, supermarket, dan minimarket, banyak, proporsi perputaran perdagangan barang konsumsi berkisar 60-70 persen di ritel modern dan hanya 30-40 persen di ritel tradisional. Sedangkan secara nasional proporsi perputaran perdagangan barang konsumsi di pasar tradisional masih besar yaitu 65-80 persen dan ritel modern berkisar 20-35 persen. "Yang perlu kita waspadai adalah tren-nya (ritel modern) yang semakin lama semakin membesar, dan menggeser keberadaan pasar tradisional secara agresif dan bukan tidak mungkin akan mematikannya, apabila pemerintah tidak campur tangan," ujarnya. Ia menegaskan Permendag mengenai Perpasaran tersebut akan menyeimbangkan posisi peritel modern dengan pemasok atau industri nasional dan antara peritel modern dengan pasar tradisional.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008