Jika pemegang modal tak segera memberikan suntikan terhadap perusahaan yang tengah sakit, defisit perusahaan akan terus membengkak
Jakarta (ANTARA) - Industri asuransi saat ini sedang mendapat sorotan, terutama setelah merebaknya kasus Asuransi Jiwasraya yang mengalami kasus gagal bayar. Tidak hanya Jiwasraya, asuransi lainnya seperti AJB Bumi Putra juga mengalami persoalan yang hampir sama.
Defisit besar yang menimpa beberapa perusahaan asuransi merupakan akumulasi dari tahun-tahun sebelumnya.
"Begitu diketahui perusahaan asuransi mengalami defisit, seharusnya segera melakukan upaya penyehatan oleh pemegang saham. Opsi penyelamatan juga harus segera dilakukan," kata Ketua Komisi XI DPR RI, Dito Ganinduto dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut Dito, kemelut yang terjadi di industri asuransi Tanah Air tak lepas dari peran pemegang saham dalam menangani defisit perusahaan.
"Jika pemegang modal tak segera memberikan suntikan terhadap perusahaan yang tengah sakit, defisit perusahaan akan terus membengkak," ujarnya.
Seperti diketahui, dalam beberapa Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI dan XI DPR-RI bersama Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, sejumlah opsi penyehatan mengemuka mulai dari pembentukan anak usaha, penerbitan subdebt oleh induk BUMN asuransi, hingga skenario privatisasi dan upaya penguatan permodalan serta solvabilitas Jiwasraya melalui cash atau non cash.
Baca juga: Ekonom: Pemerintah harus selesaikan defisit likuiditas Jiwasraya
Terkait opsi pembentukan holding asuransi, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo menyebutkan bahwa pembentukan induk usaha BUMN asuransi akan selesai pada Februari 2020.
“Pembentukan holding sudah hampir final. Holding asuransi akan berdiri pada Februari 2020 ini di mana PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) menjadi induk holding-nya," ujar Kartika.
Bahana akan membawahi Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), dan Jasa Raharja.
“Nanti di situ akan menggunakan Bahana sebagai vehicle untuk mentransformasi asuransi secara keseluruhan,” ujarnya.
Kartika menjelaskan holding tersebut tidak hanya untuk menyelamatkan Jiwasraya, namun juga digunakan dalam transformasi asuransi secara keseluruhan.
“Transformasi asuransi secara keseluruhan tapi nanti pelan-pelan kita gunakan untuk sebagian penyelamatan pemegang polis Jiwasraya juga,” katanya.
Baca juga: BPK bakal umumkan kerugian negara terkait Jiwasraya akhir Februari ini
Sementara itu, Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM), Yanuar Rizky mengatakan defisit likuiditas dan solvabilitas yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (Persero) harus segera diselesaikan agar tidak menimbulkan masalah keuangan yang lebih serius ke depan.
"Jiwasraya memiliki jumlah nasabah yang cukup besar sekitar 7 juta orang, Jika persoalan insolvabilitas ini dibiarkan berlarut-larut tidak segera diselesaikan maka dikhawatirkan berdampak sistemik," kata Yanuar Rizky.
Hingga akhir 2019, ekuitas Jiwasraya diketahui negatif hingga Rp32,89 Triliun, jika mengacu batas minimal rasio solvabilitas perusahaan asuransi yang sehat atau Risk Based Capital (RBC).
Baca juga: OJK: Rekening efek diblokir terkait Jiwasraya akan diverifikasi
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020