Conakry (ANTARA News/AFP) - Rakyat Guinea Jum'at memberikan penghormatan terakhir pada mendiang diktator Lansana Conte, saat junta yang berkuasa setelah kematiannya berusaha menebar pesona untuk mendapatkan legitimasi internasional.

Para pendukung dan bahkan pengecam orang kuat yang merebut kekuasaan lewat kudeta untuk kemudian memerintah selama 24 tahun itu, berada diantara puluhan ribu orang yang ikut ambil bagian dalam upacara pemakaman di Conakry.

Orang kedua dalam junta, Jenderal Mamadou Ba Toto Camara, memberikan penghormatan kepada Conte yang selama 24 tahun memerintah dengan korup, mencurangi pemilu dan menindas oposisi.

"Kami akan mengantarkannya untuk terakhir kali ke tempat peristirahatannya, dan kami berdoa agar Tuhan memberi kami keteguhan melanjutkan tugasnya bagi toleransi dan perdamaian demi kemakmuran Guinea," kata sang jenderal di stadion nasional yang penuh sesak melebihi kapasitasnya 20 ribu orang.

Peti mati Conte berselimut bendera Guinea merah, kuning dan hijau serta dijaga para pengawal kepresidenan, diarak ke sekeliling stadion saat massa berdiri dan memberikan penghormatan.

Sebelumnya, peti mati disemayamkan pada suatu upacara yang diadakan di gedung parlemen.

Di antara para pelayat adalah para presiden tetangga Guinea, yakni Ernest Bai Koroma dari Sierra Leone, Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, Laurent Gbagbo dari Pantai Gading dan Joao Bernardo Vieira dari Guinea-Bissau.

Para pejabat tinggi Uni Afrika dan Masyarakat Ekonomi Negara-negara Afrika Barat, Jean Ping dan Mohammed Ibn Chambas, juga hadir bersama para pejabat sipil dan militer, selain isteri dan anak Conte.

Tetapi Kapten Moussa Dadis Camara, pemimpin junta yang kini menganggap diri presiden negeri itu, tidak tampak dalam upacara pemakaman. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008