Denpasar (ANTARA News) - Pelaksanaan program keluarga berencana (KB) dalam aksinya kini lebih menekankan pada aspek kesehatan reproduksi dan memenuhi permintaan individu pasangan usia subur (PUS) dalam mengendalikan angka kelahiran. "Semua itu dalam upaya mewujudkan hak-hak reproduksi dan menempatkan klien sebagai obyek dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk," kata Kepala BKKBN Propinsi Bali I Ketut Sutjipta di Denpasar, Jumat. Ia mengatakan, pelayanan KB mengutamakan aspirasi dan kebutuhan calon akseptor, sehingga tidak lagi sesuai dengan dinamika program KB. Mencermati munculnya fenomena tersebut mempengaruhi persepsi dan dinamika masyarakat mengenai kualitas pelayanan KB. Ketut Sutjipta menambahkan, hak konsumen KB menjadi wacana baru yang semakin penting dalam menyukseskan program KB nasional, sehingga mereka lebih sadar tentang hak dan menuntut pengakuan hak-hak reproduksi. "Kesadaran tersebut mendorong untuk meninjau kembali pula hubungan dan prilaku yang selama ini mereka nikmati dalam pelayanan KB," ujar Sutjipta. Pihaknya merangkul semua pihak, termasuk klinik perusahaan-perusahaan swasta dan institusinya untuk lebih memantapkan program KB, sekaligus meraih kembali kejayaan KB masa lalu. "Klinik perusahaan swasta diharapkan lebih menekankan pelayanan KB, baik wanita maupun pria karyawan perusahaan tersebut," harap I Ketut Sutjipta. Bali memiliki peluang besar untuk bisa meraih kembali prestasi dalam bidang KB yang pernah menempati urutan teratas di tingkat nasional. "Hal itu terlihat dari setiap 100 pasangan usia subur (PUS) 83,19 persen diantaranya menggunakan kontrasepsi mantap," ujar Ketut Sutjipta. Namun berdasarkan hasil survei demokrafi kesehatan Indonesia (SDKI) kepesertaan KB di Bali mencapai 69,4 persen dari PUS yang ada, kondisi tersebut melebihi angka nasional yang hanya 61,4 persen, ujar Ketut Sutjipta.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008