Masyarakat Palestina, baik umat Muslim maupun Kristen, serta kepemimpinan kami, menolak perjanjian tersebut,

Jakarta (ANTARA) - Menyusul pengajuan rencana Perdamaian Timur Tengah (Middle East Peace Plan) oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pemerintah Palestina menyatakan sikap tegas untuk sepenuhnya menolak tawaran yang disebut Trump sebagai ‘Deal of Century’ itu.

“Masyarakat Palestina, baik umat Muslim maupun Kristen, serta kepemimpinan kami, menolak perjanjian tersebut,” kata Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Taher Hamad, di Jakarta, Rabu.

Taher menegaskan bahwa Palestina menentang kesepakatan tersebut berdasarkan beberapa alasan, salah satunya adalah pemberian Yerusalem kepada Israel sebagaimana tertera dalam rencana perdamaian itu.

Pada akhir Januari lalu, Trump menyebut dia menginginkan agar kesepakatan perdamaian yang ia ajukan dapat menjadi sesuatu yang menguntungkan, tak hanya bagi Israel, namun bagi Palestina, sebagaimana tercantum di laman resmi Gedung Putih.

Baca juga: Palestina putuskan hubungan dengan Israel dan AS
Baca juga: PCOM minta Mahathir prakarsai tolak usulan Trump

Dalam pernyataan yang disampaikan bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Trump menyebut kesepakatan ini bisa jadi “kesempatan terakhir” yang dapat diambil oleh Palestina dalam upaya membentuk negara independen.

Namun, Palestina memiliki pandangan berbeda terkait ‘Deal of Century’. “Kesepakatan ini hanyalah proposal bagi rezim apartheid yang melegitimasi proyek kolonial Israel di Tepi Barat,” ujar Wadubes Taher.

Dia menambahkan kesepakatan itu juga akan membiarkan permukiman Yahudi berdiri di atas tanah Palestina, “di mana saat ini terdapat 720.000 pemukim illegal di tanah kami. Lebih dari 136 permukiman berada di Tepi Barat,” kata dia.

Taher pun menegaskan kembali komitmen Palestina untuk mencapai perdamaian berdasarkan keputusan yang telah diterima dan resolusi internasional.

Pihaknya tetap menginginkan adanya solusi dua negara (Two-state solution) dan menginginkan penetapan Yerusalem Timur sebagai ibu kota resmi Palestina, serta adanya solusi yang adil bagi para refugee.

“Target kami adalah perlawanan yang damai tanpa melibatkan kekerasan,” kata dia.

Komitmen tersebut, lanjut Taher, akan menjadi salah satu agenda Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, yang dijadwalkan akan berbicara di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sepekan ke depan.

Baca juga: Sikapi Trump, Indonesia pegang teguh UUD 1945 soal Palestina
Baca juga: Wamenlu tekankan solidaritas untuk Palestina saat pertemuan OKI

Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020