Komposisi satgas ini, didominasi oleh pengusaha, politikus, dan sedikit akademisi
Jakarta (ANTARA) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai bahwa RUU Omnnibus Law yang kini sedang ramai diperbincangkan berbagai pihak, disusun untuk melindungi investor tetapi minim perhatian kepada nelayan tradisional hingga masyarakat adat pesisir.
"RUU ini disusun bukan untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat pesisir, tetapi disusun untuk melindungi kepentingan investor beserta segala kepentingannya yang akan mengeruk sumber daya alam, terutama sumber daya kelautan dan perikanan yang berada di pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil," kata Sekjen Kiara Susan Herawati dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Untuk itu, Susan Herawati mengajak masyarakat bahari di Indonesia, yang terdiri dari nelayan tradisional, perempuan nelayan, petambak garam, pembudidaya ikan, pelestari ekosistem pesisir, dan masyarakat adat pesisir, untuk menolak RUU Omnibus Law karena akan berdampak buruk terhadap kehidupan mereka.
Menurut dia, RUU ini tidak melibatkan pihak-pihak yang akan terdampak, khususnya masyarakat pesisir yang terdiri dari nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pelestari ekosistem pesisir, dan masyarakat adat pesisir.
Padahal, lanjut Sekjen Kiara, di dalam RUU Omnibus Law terdapat sejumlah pasal yang terkait dengan investasi atau kemudahan berusaha di kawasan laut, serta adanya substansi yang terkait dengan sektor kelautan.
Ia juga menyoroti Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019 yang menunjuk 127 orang menjadi anggota Satuan Tugas (Satgas) bersama Pemerintah dan Kadin untuk konsultasi publik RUU Omnibus Law.
"Komposisi satgas ini, didominasi oleh pengusaha, politikus, dan sedikit akademisi. Dari sisi ini, aspek partisipasi publik dalam RUU Omnibus Law tidak ada karena tidak ada keterlibatan masyarakat pesisir yang akan terdampak," katanya.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung penuh reformasi perpajakan melalui RUU Omnibus Law tentang Perpajakan yang drafnya telah diserahkan pemerintah ke DPR pada pekan lalu.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan Publik Raden Pardede dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Senin (3/2), mengatakan RUU tersebut akan menjadi pengungkit bagi Indonesia untuk bisa bersaing dari sisi perpajakan dengan negara lain.
"Kendala utama sebetulnya adalah regulasi. Itulah asal muasal kenapa omnibus law menjadi penting. Karena memang ada tumpang tindih regulasi, inefisiensi regulasi, banyaknya pengangguran dan efektivitas investasi yang masih kurang, itulah asal muasal kenapa omnibus law penting," katanya.
Raden mengaku hingga saat ini dunia usaha belum membaca secara detail draf RUU tersebut. Kadin, lanjut dia, akan turut serta memberi masukan dan mengawal terbitnya aturan tersebut.
"Harapannya investor jangka panjang baik dari dalam maupun luar negeri akan lebih banyak dan lebih nyaman berinvestasi. Pasalnya, perpajakan ini jadi bagian penting dalam keputusan berinvestasi," katanya.
Baca juga: Kiara: Menteri Kelautan dan Perikanan harus miliki kriteria ketat
Baca juga: Pengamat: Menteri berikut harus lebih berdayakan masyarakat kecil
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020