Teheran (ANTARA News) - Para mahasiwa Iran, Rabu, menggelar unjukrasa lempar sepatu di depan bekas Kedubes AS di Teheran untuk menyampaikan solidaritas mereka pada wartawan Irak yang kini terpenjara, Muntazer Al-Zaidi.
Sambil meneriakkan "Matilah Amerika" dan "Matilah Israel", sekitar 300 mahasiswa melempar sepatu mereka pada seorang mahasiwa yang mengenakan topeng Presiden AS, George W. Bush.
Sejak insiden di Baghdad, Al-Zaidi menjadi sangat populer di Iran, sekalipun keluarga Al-Zaidi telah menyatakan ia akan membenci Iran, sama seperti kepada AS.
Pada shalat Jumat pekan lalu, ulama ultra-konservatif Ahmad Jannati menyatakan insiden pelemparan itu merupakan awal dari "intifada dengan sepatu".
Urusan Pers Kementerian Kebudayaan Iran pada awal pekan ini mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan Al-Zaidi melempar sepatunya pada Bush karena "kebijakan penghasut perang" presiden itu di Irak dan Afghanistan, dukungannya pada Israel dan "peristiwa memalukan dan penyiksaan yang mengerikan di Guantanamo dan Abu Ghraib."
"Muntazer Al-Zaidi hanya beraksi atas nama jutaan rakyat Irak yang tertindas, dan tindakannya memperoleh penghargaan dari seluruh rakyat di dunia, bahkan rakyat Amerika sendiri," kata pernyataan itu, sambil menyerukan seluruh kelompok media internasional agar melakukan daya upaya untuk membebaskan Al-Zaidi.
Dukungan terhadap Al-Zaidi terus mengalir dari berbagai penjuru dunia, termasuk di AS sendiri. Para aktivis perdamaian di AS menggelar aksi dukungan terhadap al-Zaidi di depan Gedung Putih pada 17 Desember lalu.
Seorang laki-laki peserta aksi melempar sepatu hitamnya sambil berteriak "Penjahat Perang!", sedangkan seorang perempuan juga melempar sepatunya ke patung Presiden Bush sambil berkata dengan nada kesal "Saya sudah menunggu saat seperti ini selama delapan tahun !"
Berharap pada Obama
Iran dan AS tak memiliki hubungan diplomatik hampir selama tiga dekade.
Bush, yang menyebut Iran, Korea Utara dan Suriah sebagai "poros kejahatan", menjadi salah satu presiden paling dibenci di Iran.
Iran berharap akan memperbaiki hubungan di bawah presiden terpilih Barack Obama dan paling tidak memulai perundingan langsung mengenai berbagai masalah, seperti program nuklir Iran dan krisis di Irak, Afghanistan dan Timur Tengah. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008