Kupang (ANTARA News) - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan calon legislator terpilih didasarkan pada perolehan suara terbanyak, merupakan bentuk upaya untuk menjalankan demokrasi yang sesungguhnya.

"Selama ini demokrasi kita telah dikebiri secara terang-terangan oleh elit politik yang haus kekuasaan sehingga menentukan seorang wakil rakyat didasarkan pada nomor urut. Putusan MK sangat melegakan rakyat dan mencerminkan sebuah keadilan yang bermartabat dalam proses demokratisasi," kata Pengamat hukum dan politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, NTT, Nicolaus Pira Bunga SH.MHum di Kupang, Kamis.

Putusan MK menetapkan calon legislator dipilih berdasarkan suara terbanyak pada pemilu 2009 merupakan respon pengabulan gugatan uji materil atas Pasal 124 huruf a, b, c, d dan e UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu.

Pira Bunga yang juga dosen fakultas hukum itu mengatakan, sistem pemilu yang menetapkan seorang caleg berdasarkan nomor urut adalah sebuah bentuk pembohongan terhadap demokrasi rakyat.

"Putusan MK itu sangat berwibawa dan bermartabat karena sudah puluhan tahun demokrasi kita berjalan di atas rel kebohongan karena rakusnya elit politik yang haus kekuasaan. Sebagai wakil rakyat, dia memang harus dipilih berdasarkan suara terbanyak, bukan nomor urut," katanya.

Ia mencontohkan, para pemimpin formal mulai dari tingkat desa sampai negara (kepala desa sampai presiden) dipilih oleh rakyat berdasarkan suara terbanyak, sementara legislator yang nota bene adalah wakil rakyat, justru dipilih berdasarkan nomor urut.

"Ini kan aneh...," katanya dan menambahkan, putusan MK tersebut telah menuntun bangsa Indonesia ke arah demokrasi yang bermartabat menuju sebuah tatanan politik yang berlandaskan pada azas keadilan.

Salah seorang caleg dari PDI Perjuangan di NTT dari daerah pemilihan 7 yang meliputi Kabupaten Flores Timur, Lembata dan Alor, Ny Christina Kurouman mengatakan, keputusan MK tersebut sangat melegahkan hati.

"Selama ini kami melakukan sosialisasi dan melakukan tatap muka dengan para konstituen, tetapi hati kami selalu was-was karena berada di nomor urut 6 sehingga kemungkinan kecil untuk duduk di parlemen lokal," katanya.

"Kami bekerja untuk caleg yang berada di nomor urut muda, artinya jika kami memperoleh suara terbanyak tetapi tidak memenuhi dengan bilangan pembagi pemilih (BPP), misalnya, dengan otomatis akan jatuh ke tangan caleg yang berada di nomor urut muda. Tetapi, putusan MK itu sangat melegahkan hati kami dan sebagai kado Natal dan Tahun Baru yang sangat istimewa bagi kami sebagai caleg," ujarnya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008