Blue economy itu memiliki prinsip antara lain keterlibatan masyarakat, efisiensi sumber daya, meminimalkan limbah
Jakarta (ANTARA) - Indonesian Energy and Environmental Institute (IE2I) menilai Indonesia sudah saatnya mengelola kekayaan laut, yang begitu besar, dengan konsep blue economy.
Konsep tersebut merupakan pendekatan pengelolaan kelautan secara berkelanjutan dengan tujuan pertumbuhan ekonomi.
"Blue economy itu memiliki prinsip antara lain keterlibatan masyarakat, efisiensi sumber daya, meminimalkan limbah, dan nilai tambah ganda sesuai UU NO. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan," kata Co-Founder dan Penasihat IE2I Satya Hangga Yudha Widya Putra saat menjadi pembicara dalam diskusi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia seperti disampaikan dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Iskindo sebut keseriusan kelola kekayaan laut, bisa bayar utang negara
Pembicara lain di panel yang sama dalam diskusi bertajuk KOMPeK 22nd Amplify, "Optimizing the Leading Sectors to Amplify National Economic Resilience," adalah Guru Besar FEB UI Sulastri Surono, Kepala Subdirektorat Pengawasan Pembangunan Infrastruktur Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Mustaba Ari Suryoko, dan perwakilan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rudy P Siahaan.
Menurut Satya Hangga, Indonesia perlu melindungi lautnya dari sampah plastik, illegal fishing, pemanasan global, dan perubahan iklim.
Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Rumah Millennials (RM) itu juga mengatakan Indonesia harus memperkuat sistem keamanan maritim bekerja sama dengan negara kepulauan lainnya.
Baca juga: KKP terus kejar pencuri kekayaan laut Indonesia
Ia menambahkan Indonesia memiliki penduduk 262 juta jiwa, 17.500 pulau, dan 34 provinsi.
"Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di lokasi yang strategis dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia yakni sekitar 108 ribu km," katanya.
Semua provinsi, lanjutnya, memiliki wilayah pesisir seperti pantai dan laut, berbatasan wilayah maritim dengan 10 negara, berada di antara dua benua yaitu Asia dan Australia, dua samudera yaitu Hindia dan Pasifik, dan berada di jalur pelayaran dan perdagangan internasional.
Populasi Indonesia juga sangat produktif karena 50 persen penduduk di bawah usia 30 tahun dengan kelas menengah cukup besar dan 64,7 juta penduduk tinggal di daerah pesisir yang berjarak hingga 10 km dari garis pantai.
"Indonesia merupakan negara kepulauan dengan proporsi perairan yang lebih besar dari daratan yakni 80 persen merupakan perairan," katanya.
Baca juga: Harga energi terbarukan harus lebih kompetitif
Satya Hangga juga mengatakan Indonesia adalah penyumbang tertinggi kedua produksi laut di dunia dan menyumbang hampir 10 persen dari lapangan kerja perikanan global.
Potensi kekayaan laut Indonesia ditaksir mencapai Rp1.772 triliun atau setara dengan 93 persen nilai APBN 2018.
"Potensi laut Indonesia itu bisa dioptimalisasi lewat riset," ujarnya.
Baca juga: Melindungi sumber daya kelautan nasional
Di sisi lain, menurut dia, Indonesia memiliki sumber energi berkelanjutan atau energi baru dan terbarukan (EBT) yang melimpah.
Menurut dia, potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 25,8 Giga Watt (GW), air 75 GW, surya 207,8 GW, angin 60,6 GW, laut 60,6 GW, dan bioenergi 32,6 GW.
"Dengan kekayaan-kekayaan itu, Indonesia dapat menghasilkan dampak yang berkelanjutan melalui sektor kemaritiman dan energi," kata Hangga Yudha.
Baca juga: Porsi Energi Baru Terbarukan ditargetkan 13,4 persen pada 2020
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020