Jakarta (ANTARA News) - Meski di negeri ini telah banyak stasiun televisi dengan beragam program acara menarik hingga serius, ternyata Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono lebih suka menonton Televisi Republik Indonesia (TVRI).
"Dari pada saya menonton televisi lain yang lebih suka menampilkan kekerasan dan konflik tanpa diimbangi dengan informasi yang berimbang, jadi saya kadang lebih suka menonton TVRI," katanya, sambil tertawa ringan ketika ditemui beberapa wartawan di ruang kerjanya, di Jakarta, Selasa.
Pria kelahiran Ciamis, Jawa Barat itu tengah mengkritisi media yang cenderung tidak berimbang ketika memberitakan pelanggaran HAM oleh aparat. "Sangat jarang, bahkan tidak pernah media memberitakan aparat sebagai penyelamat HAM. Yang diberitakan, selalu aparat yang melakukan pelanggaran HAM, aparat yang bentrok. Kenapa media tidak berimbang," tutur ayah dua orang putra itu.
Mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris itu membantah, jika dirinya terlalu membela aparat termasuk yang terkait dengan kasus pelanggaran HAM seperti kasus penghilangan aktivis pada Mei 1998 dan kasus Talangsari pada Februari 1989.
"Itu tidak benar. Tentara tidak perfect , tetapi bukan berarti militer dapat dipukul rata melakukan pelanggaran HAM hanya karena mereka memiliki kewenaganan yang sah untuk menggunakan kekerasan atas nama keselamatan bangsa dan negara," tuturnya.
Bayangkan, jika aparat tidak ada dalam konflik Poso dan Ambon, perang antarsuku di Papua, dan pembantaian orang Madura di Kalimantan. Akan makin banyak orang yang mengalami pelanggaran HAM berat.
"Di beberapa contoh tadi, aparat justru menjadi penyelamat HAM. Tetapi kenapa media tidak memberitakannya. Kenapa yang disoroti hanya sipil yang terlanggar HAM-nya, tetapi bagaimana dengan aparat yang kepalanya pecah saat menyelamatkan HAM. Siapa yang menangisi," ujar mantan Gubernur Lemhanas tersebut.
Terkait itu, alumni Universitas Georgetown Inggris itu berpesan kepada para redaktur melalui wartawan yang menemuinya, agar berimbang dalam memberitakan masalah pelanggaran HAM. "Jangan sampai ini menjadi komoditas politik media, atau industri media," ujarnya, sambil kembali tertawa ringan. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008