Jakarta (ANTARA) - Lembaga National Maritime Institue (Namarin) menilai industri galangan kapal nasional harus profesional agar tidak merugikan konsumen dan iklim investasi di sektor ini.
"Mereka harus profesional agar tak berpotensi merugikan pemilik atau pemesan kapal, dalam hal ini Pertamina," kata Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa.
Penegasan tersebut, terkait dengan mangkraknya dua kapal tanker pesanan Pertamina di galangan PT Multi Ocean Shipyard (MOS), anak usaha dari PT Soechi Lines Tbk (SOCI) di galangan kapal Kepulauan Riau.
Menurut Rusdi, berdasarkan pengamatan lapangan, dua kapal pesanan Pertamina belum beranjak dari galangan kapal PT MOS, walau telah diserahterimakan akhir 2019.
Baca juga: Namarin: Bakamla sebaiknya jadi koordinator keamanan maritim
"Padahal dua kapal dengan tonase 17.500 DWT itu harusnya diserahkan sejak tiga tahun lalu," katanya.
Rusdi merinci, kapal pertama yang diberi nama Pasaman diserahkan pada Mei 2018, tetapi sampai Oktober 2018 kapal tersebut tidak pernah meninggalkan galangan kapal MOS dan tidak dapat beroperasi.
Sama halnya dengan kapal Panjang dan Pangrango yang telah diserahterimakan pada Desember 2019 masih mangkrak di tempat yang sama.
Karena itu, Rusdi menilai bahwa dari sejarah lamanya pengerjaan, maka tidak masuk akal jika kapal Panjang dan Pangrango diselesaikan dalam waktu 9 bulan.
“Catatan laporan keuangan SOCI 31 Maret 2019 menulis, pengerjaan baru mencapai 92 persen dan 93 persen. Padahal bila ditilik dari pengalaman dengan kapal Pasaman, kapal tersebut membutuhkan waktu 19 bulan untuk menyelesaikan kapal dari tingkat penyelesaian 94 persen menjadi 100 persen," kata Rusdi.
Baca juga: Ahli melihat masih ada celah di hukum kemaritiman
Ia mengkhawatirkan hal itu terjadi karena diduga adanya permainan dengan surveyor karena dalam proses pengiriman kapal, Pertamina mengandalkan surveyor untuk menilai apakah kapal sudah layak diserahterimakan atau belum.
“Agak aneh karena semuanya seakan sudah diatur, tanggal pengiriman hampir bersamaan dengan tanggal berakhirnya kontrak”, tambahnya.
Bahkan, kata Rusdi, hingga tanggal 30 Januari 2020, kedua kapal tersebut masih belum beroperasi dan masih mangrak di galangan MOS.
"Ini patut dipertanyakan juga, mengapa bisa diberikan sertifikasi, padahal kedua kapal tersebut belum bisa beroperasi," katanya.
Menurut Rusdi, sertifikasi kapal dilakukan oleh CLASS NK dan Pertamina mengandalkan Sertifikasi Class sebelum serah terima.
"Apa mungkin NK dan MOS bekerjasama agar kapal diterima oleh Pertamina? ” tanya dia.
Rusdi berharap agar Pertamina mewaspadai ini dan mengambil langkah yang tepat demi menjaga kepentingan Pertamina sendiri.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020