Jakarta (ANTARA) - Demam dan batuk memang menjadi dua gejala klinis saat seseorang terinfeksi jenis baru virus corona atau 2019-nCoV. Tapi, dua kondisi ini perlu ditambah riwayat pernah melakukan perjalanan ke China atau wilayah asal virus.
"Semua infeksi virus ada demam, batuk, pegal-pegal atau myalgia. Tapi ada plus-nya (untuk menguatkan dugaan terinfeksi 2019-nCoV), ada riwayat perjalanan ke China," ujar ahli pulmonologi dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, Dr. Raden Rara Diah Handayani di Depok, Selasa.
Diah mengatakan, saat batuk melanda, pasien boleh mengonsumsi obat batuk untuk membantu meredakan penyakitnya.
Beberapa pasien terinfeksi virus corona juga mengeluhkan sakit kepala, memiliki dahak, hingga diare. Ada juga yang merasa nyeri tenggorokan, infeksi saluran napas berat atau pneumonia dan sesak napas.
Pada mereka yang mengalami pneumonia, pertukaran oksigen bisa terganggu sehingga bisa terjadi gagal napas yang berujung kematian.
Menurut Diah, dibandingkan kasus flu burung, penyebaran kasus 2019-nCoV lebih cepat walau angka kematiannya tidak tinggi yakni dua persen (sementara angka kematian flu burung mencapai 80 persen).
Data jumlah kasus pada Selasa ini menunjukkan peningkatan yakni 20.626 kasus dengan angka kematian 426 orang dari 14.557 kasus dengan jumlah kematian 304 kasus.
Diah menegaskan, beberapa korban meninggal umumnya juga hanya dipengaruhi faktor kerentanan seperti usia, daya tahan tubuh lemah dan penyakit penyerta lain seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung.
Baca juga: Apa bedanya gejala virus corona dengan batuk dan pilek biasa?
Baca juga: Virus corona bisa lebih rentan menyerang pria, mitos atau fakta?
Baca juga: Penduduk China pakai aplikasi untuk hindari virus corona
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020