Kami sudah memintai keterangan dua saksi
Pekanbaru (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyesalkan matinya bayi leopard atau macan tutul yang dititipkan Polda Riau di Kebun Binatang Kasang Kulim, Kabupaten Kampar.
Kepala BBKSDA Riau Suharyono di Pekanbaru, Selasa, mengatakan Riau memang kekurangan tempat penitipan satwa maupun klinik hewan yang punya standar bagus.
"Kami punya mitra lembaga konservasi yang sah di Provinsi Riau ini hanya satu, dengan fasilitas yang seadanya. Tak punya rescue center dan klinik hewan yang istimewa di sini," kata Suharyono kepada wartawan di Pekanbaru.
Terkait matinya leopard yang merupakan barang bukti kasus penyelundupan satwa, Suharyono mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi dalam penitipan satwa. Hingga kini masih ada empat anak singa dan puluhan kura-kura Indian Star yang masih dititipkan Polda Riau di Kebun Binatang Kasing Kulim.
Baca juga: Polisi selidiki matinya bayi leopard Afrika di Kebun Binatang Kampar
Pengawasan terhadap lembaga konservasi memang menjadi tugas dari BBKSDA Riau. Karena itu, Suharyono mengatakan akan membantu apabila diperlukan pemindahan ke luar dari Kasang Kulim.
"Apabila ada lembaga konservasi yang representatif di luar Riau, kami siap bantu koordinasikan bila ada pemindahan," katanya.
Bayi Leopard yang mati tersebut sebelumnya diselamatkan Ditreskrimsus Polda Riau dari tangan sindikat perdagangan satwa dilindungi, di Pekanbaru pada 14 Desember 2019. Selain, leopard, polisi juga menyelamatkan empat ekor bayi singa Afrika berusia 4-6 bulan dan 58 kura-kura Indian Star.
Polisi juga sudah menangkap dua orang pelaku yang diduga terlibat perdagangan satwa tersebut.
Seluruh satwa endemik Afrika tersebut kemudian dititipkan di Kebun Binatang Kasang Kulim, Kabupaten Kampar. Bayi Leopard ditempatkan di kandang terpisah dan diberi minum susu menggunakan botol.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Pol Andri Sudarmadi mengatakan mendapat informasi matinya leopard tersebut pada Minggu (1/2).
"Kami sudah memintai keterangan dua saksi terdiri dari seorang dokter hewan dan pengelola kebun binatang Kasang Kulim," katanya..
Baca juga: Virus penyebab bayi macan tutul mati di Kebun Binatang Kasang Kulim
Andri mengatakan kemungkinan akan melakukan pemanggilan beberapa orang lainnya untuk dimintai keterangan. Ia memastikan hilangnya barang bukti akibat kematian leopard tersebut tidak mengganggu proses penyidikan.
"Itu tak halangi proses penyidikan dan pengadilan. Di balik itu semua, kita semua prihatin. Kita berharap ini tidak terjadi, tidak terulang," katanya.
Sementara itu, hasil nekropsi atau bedah bangkai terhadap bayi leopard menunjukkan satwa tersebut mati akibat sakit. Dokter Hewan BBKSDA Riau, Rini Deswita menjelaskan hasil nekropsi menunjukkan indikasi leopard tersebut mati akibat penyakit panleukopenia yang disebabkan oleh virus parpovirus.
Ia mengatakan tim medis BBKSDA Riau sudah melakukan sejumlah tindakan untuk menyelamatkan bayi leopard tersebut. Ia mengatakan ketika leopard mulai mengalami muntah dan hilang nafsu makan, tim medis langsung memberikan infus pada tanggal 30 Januari. Tujuannya untuk menghindari dehidrasi dan mengganti asupan makanan yang kurang ke tubuh leopard.
Namun, ia mengatakan pada tanggal 31 Januari kondisi leopard makin menurun ditandai dengan hilangnya nafsu makan dan muntah-muntah.
"Sekitar pukul 17.00 WIB, kondisinya kembali turun, lemas, banyak berbaring, kurang lincah dan sesak nafas. Sekitar pukul 17.30 WIB, (nyawa) tidak tertolong lagi," katanya.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020