"Sekitar 25 persen atau 110 kasus dari 316 kasus cerai gugat (permohonan cerai yang diajukan perempuan) dan 118 kasus cerai talak (permohonan cerai yang diajukan laki-laki) penyebabnya perselisihan terus menerus yang bersumber dari media sosial," katanya di Solok, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa alasan lain yang diajukan oleh mereka yang mengajukan permohonan cerai beragam, termasuk masalah ekonomi, perselingkuhan, ditinggal dua tahun tanpa dinafkahi, kekerasan dalam rumah tangga, suami dipenjara lima tahun lebih, istri tidak menghargai suami, dan istri tidak melayani suami dengan baik.
Muhammad Fauzan mengatakan bahwa kasus perceraian yang terjadi akibat perselisihan menerus yang dipicu oleh penggunaan medsos menunjukkan kecenderungan meningkat dalam tiga tahun terakhir.
"Ada yang hanya karena chat-nya dengan wanita lain ketahuan istrinya, seorang suami langsung meninggalkan istrinya tanpa kabar berita," ia mencontohkan kasus perceraian yang berkaitan dengan penggunaan medsos.
Ia menekankan pentingnya penggunaan medsos dan telepon pintar secara bijak untuk menghindari hal-hal buruk.
"Jangan sampai perceraian terjadi karena hal-hal yang sepele dan yang akan menderita tentunya anak-anak," katanya.
Wilayah hukum Pengadilan Agama Solok meliputi Kota Solok dan sebagian wilayah Kabupaten Solok, yakni Kecamatan X Koto Singkarak, X Koto Diatas, Junjung Sirih, dan IX Koto Sungai Lasi.
Sepanjang 2019, Pengadilan Agama Solok menangani 316 kasus cerai gugat dan 118 kasus cerai talak, meningkat dibandingkan jumlah kasus yang ditangani selama 2018 yang terdiri atas 230 kasus cerai gugat dan 87 kasus cerai talak.
Baca juga:
Studi ungkap pengaruh buruk medsos bagi remaja
Sering curhat di medsos bisa memicu stres menurut pakar
Pewarta: Laila Syafarud
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020