Jakarta, (ANTARA News) - Mantan Ketua Koperasi Pegawai Depkumham (Pengayoman), Ali Amran Jannah, ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp400 miliar.

"Kepala koperasinya ditetapkan sebagai tersangka," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, di Jakarta, Selasa.

Dikatakan, dengan ditetapkannya Ali Amran Janah itu, berarti tersangka kasus sisminbakum menjadi lima orang.

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka, yakni, Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita (mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU)), serta Syamsuddin Manan Sinaga (Dirjen AHU) dan Yohannes Woworuntu (Dirut PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD).

"Ali Amran salah karena sudah mengetahui bahwa sisminbakum itu, salah tapi tetap menandatangani (perjanjian antara PT SRD dan koperasi Depkumham)," katanya.

Kasus itu bermula sejak tahun 2001 sampai sekarang, Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Ditjen AHU, telah diberlakukan dan dapat diakses melalui website www.sisminbakum.com.

Dalam website itu telah ditetapkan biaya akses fee dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Biaya akses fee itu dikenakan untuk pelayanan jasa pemerintah berupa pemesanan nama perusahaan, pendirian dan perubahan badan hukum dan sebagainya.

Namun biaya akses fee itu tidak masuk ke rekening kas negara melainkan masuk ke rekening PT SRD dan dana tersebut dimanfaatkan oleh oknum pejabat Depkumham.

Permohonan perhari melalui sisminbakum yang dilakukan notaris seluruh Indonesia, adalah, kurang lebih 200 permohonan dengan biaya minimal Rp1.350.000 dengan pemasukkan perbulan sebelum 2007 di bawah sekitar Rp5 miliar dan setelah 2007 sekitar Rp9 miliar.

Total biaya yang diperlukan tiap notaris untuk pengesahan sebuah perseroan mencapai Rp1.685.000, Rp200 ribu untuk PNBP, Rp350 ribu (PPN 10 persen) tarif akses pemesanan nama persero, dan Rp1 juta (PPN 10 persen) tarif akses pendirian perseroan.

Yang jadi masalah, biaya di luar PNBP Rp1.350.000 tidak masuk kas negara, tapi bagian untuk swasta PT SRD dan koperasi pengayoman.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008