Canberra (ANTARA News) - Timor Leste tetap berada di tepi jurang anarki dan dalam kondisi rawan terhadap aksi kekerasan yang melanda negara itu pada 2006, demikian menurut laporan pasukan pemelihara perdamaian PBB.       Laporan itu menyatakan "anjloknya" pemasukan dari minyak juga mengancam timbulnya banyak kerusuhan sosial di negara itu, tempat tiga perempat rumah tangga berjuang keras mencukupi kebutuhan pangan dan mengatasi kurang gizi akut yang menimpa separuh anak-anak balita di banyak kawasan.       Ekonomi Timor Leste mengandalkan cadangan minyak dan gas lepas pantai yang diusahakan bersama Australia, dengan pemasukan hanya sekitar 40 juta dolar per tahun.        Laporan keamanan itu, yang dirampungkan pada awal bulan ini untuk Bagian Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB, mengatakan pasukan penjaga perdamaian internasional harus tetap berada di negara itu, sekalipun tekanan meningkat di negara itu agar mereka segera keluar dari Timor Leste, tulis koran Australia.       "Mengenai lembaga-lembaga keamanan, tak akan ada pilihan yang mudah. Para donor sebaiknya memberikan bantuan baru di bidang keamanan, sementara pemerintah Timor Leste terus mendapat tekanan agar melaksanakan janji-janji sosialnya," kata laporan itu,seperti dikutip Reuters.      Penilaian keamanan yang bocor itu memperingatkan negara Asia termuda itu tetap rawan terhadap kegagalan politik yang cepat.  Setelah terjadi perpecahan di kalangan militer dan polisi pada awal 2006, aksi kekerasan berkobar antara warga setempat dari kubu barat dan timur negara itu, sehingga menewaskan 37 orang dan memaksa 150.000 orang meninggalkan rumah mereka.  Pada Pebruari tahun ini, para tentara pemberontak melancarkan upaya yang gagal untuk membunuh Presiden Ramos Horta, yang terluka dan diterbangkan ke Australia. Perdana Menteri Xanana Gusmao lolos tanpa cedera dalam serangan tersebut.  Menurut laporan PBB itu, pasukan polisi dan pengadilan Timor Leste pada umumnya tak berfungsi dan membutuhkan campur tangan internasional yang segera untuk meningkatkan kemampuan mereka.  Polisi lokal kini berusaha keras mengatasi tak adanya biaya operasional dan berbabai ketegangan yang "menyulitkan" timbul dengan polisi PBB akibat tuntutan yang tak realistik agar mereka diberikan peranan yang lebih besar, kata laporan itu. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008