Kita pernah punya pengalaman memulangkan warga negara Indonesia (bekas pasukan ekstremis) pada 2017. Saat itu, mereka yang dipulangkan menjalani program deradikalisasi selama satu bulan

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, di depan puluhan praktisi antiterorisme dari Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura, menyampaikan empat tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menerima kembali para terduga dan mantan teroris lintas batas (foreign terrorist fighter) yang memilih pulang ke negara asal

"Ada empat pertanyaan yang harus dijawab dalam menghadapi masalah teroris lintas batas ini. Pertama, bagaimana kita memeriksa mereka secara tepat; Bagaimana kita memisahkan mereka yang menjadi korban dengan mereka yang mendukung aksi teror; Bagaimana kita memastikan anak-anak dan perempuan menerima perlakuan yang tepat sambil memastikan keutuhan keluarga; dan terakhir bagaimana kita memperkuat sistem hukum dan penegak hukum," kata Komjen Pol Suhardi Alius dalam pidato kuncinya pada acara yang diadakan oleh Komite Anti-Terorisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (CTED) bersama Pemerintah Indonesia di Jakarta, Senin.

Dalam acara bertajuk "Regional Expert Meeting on Comprehensive and Tailored Strategies for Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Persons Allegedly Associated with Terrorist Groups" atau pertemuan para ahli untuk membahas pemulangan orang terduga teroris, Suhardi menjelaskan masing-masing negara memiliki pendekatan dan pengalaman masing-masing dalam menanggulangi masalah terorisme lintas batas.

Oleh karena itu, ia berharap, acara yang diadakan pada 3-5 Februari itu dapat membantu para praktisi dari masing-masing negara peserta untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman serta menentukan langkah tepat untuk menentukan masa depan terduga teroris lintas batas.

Baca juga: BNPT: Kikis benih radikalisme dengan tingkatkan wawasan kebangsaan
Baca juga: Deputi BNPT: Tidak mudah deradikalisasi eks kombatan ISIS

"Kita pernah punya pengalaman memulangkan warga negara Indonesia (bekas pasukan ekstremis) pada 2017. Saat itu, mereka yang dipulangkan menjalani program deradikalisasi selama satu bulan," terang Suhardi saat ditemui usai menyampaikan pidato kunci.

Sejauh ini, ada sekitar 600 warga negara Indonesia yang teridentifikasi sebagai bekas teroris lintas batas di Suriah. "Dari jumlah itu, sedang dibahas di tingkat Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, karena banyak di antara mereka adalah anak-anak dan perempuan," tambah Suhardi.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Koordinator Bidang Hukum dan Pengadilan Kriminal CTED, Marc Porret, menyampaikan pemulangan terduga teroris merupakan salah satu isu yang perlu dipikirkan bersama negara-negara dunia. Oleh karena itu, ia berharap pihaknya dapat menghimpun berbagai pengalaman dan pengetahuan serta usulan dari negara-negara peserta diskusi.

"Hasil dari diskusi ini akan kami himpun dalam sebuah laporan dan akan kami presentasikan pada Desember 2020. Kami berharap Indonesia ikut terlibat dalam penyampaian hasil laporan tersebut," tambah dia.

Baca juga: Kepala BNPT: Perguruan tinggi rentan terpapar radikalisme
Baca juga: BNPT dan BSSN kerja sama pengamanan siber dari ancaman teroris

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020