Semarang (ANTARA) - Pakar lingkungan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Wijanto Hadipuro berpendapat pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak yang juga akan berfungsi sebagai tanggul laut tersebut jangan sampai memperparah abrasi di kawasan lain di pesisir Jawa Tengah.
"Jangan sampai tol dan tanggul laut Semarang-Demak ini memperparah abrasi di tempat lain," kata peneliti yang turut bagian dalam Konsorsium Ground Up yang meneliti tentang tata kelola air di Kota Semarang itu, Minggu.
Menurut dia, pembangunan di kawasan utara Semarang di masa lalu telah mengubah arus laut dan menyebabkan abrasi di beberapa tempat.
Baca juga: Cegah abrasi, 110.000 mangrove ditanam di Pantai Maron Semarang
Baca juga: Abrasi di Pantura Jateng Rusak Pantai Dan Ekosistem
Selain ancaman abrasi, menurut dia, "disaster capitalism" juga mengancam pesisir Jawa Tengah ini.
Ia menjelaskan kondisi di mana terjadinya bencana akibat proyek-proyek pembangunan tersebut telah terjadi Jakarta.
"Bencana yang diakibatkan oleh berbagai proyek pembangunan dan dicoba diatasi dengan proyek pembangunan yang lain," katanya.
Baca juga: Abrasi Pantura Jateng Capai 4.750 Ha
Baca juga: Pembangunan fisik tol Semarang-Demak Seksi II mulai dikerjakan
Ia menegaskan pengelolaan lingkungan yang buruk menjadi peluang bagi munculnya kesempatan untuk mengakumulasi kapital bagi sekelompok orang.
Sementara juru bicara Konsorsium Ground Up, Amalinda Savirani, mengatakan penelitian tentang tata kelola air di Kota Semarang ini dilakukan secara bertahap hingga 2022.
Pada tahap awal yang dilakukan di sepanjang 2019, kata dia, diperoleh hasil tentang ekstraksi air tanah yang sangat ekstrem di Ibu Kota Jawa Tengah itu.
Baca juga: Legislator minta pembangunan tol Semarang-Demak tidak rusak ekosistem
Baca juga: Konstruksi Tol Semarang - Demak ditargetkan mulai 2019
Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020