"Karya-karya sastra dan budaya Ajip Rosidi patut diberi penghargaan, sebagai bentuk bangga dan apresiasi kami kepadanya," kata KGPH Hadiwinoto yang pada kesempatan itu membacakan sambutan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamangku Buwono X, di pagelaran Keraton Yogyakarta, Jumat.
Diharapkan karya sastra Ajip bukanlah karya satra yang terakhir, namun akan kembali melahirkan karya-karya yang dapat memberikan motivasi positif dan kritik yang membangun untuk masyarakat lainnya.
Penghargaan tersebut diberikan kepada Ajip Rosidi melalui rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Ir Soejarwadi, pada acara puncak Dies Natalis UGM ke 59 di Gedung Graha Sabha Permana UGM Yogyakarta.
Pada acara pemberian penghargaan tersebut, Ajip Rosidi membacakan salah satu karya sastranya yang berjudul `Beberapa hal tentang bahasa ibu`. Pada karya itu, Ajip mengkritisi kurangnya pemakaian bahasa ibu di tengah masyarakat.
"Indonesia adalah negara yang paling banyak memiliki bahasa ibu, kurang lebih sebanyak 400-700 macam bahasa ibu. Namun secara umum keadaan bahasa-bahasa ibu di Indonesia tidak menggembirakan, termasuk bahasa Jawa dan Sunda," katanya.
Karena sejak pemerintah Republik Indonesia berdiri dianggap tidak pernah perduli dengan keberadaan bahasa ibu. Tidak pernah ada yang menganggap perlu merumuskan kebijaksanaan kebudayaan yang menyangkut kebudayaan nasional, kebudayaan daerah. "Bahkan penggunaan bahasa ibu di Indonesia dianggap menyalahi arti Undang-Undang 1945," katanya.
Ajip mengatakan sebagai masyarakat yang majemuk dan kaya budaya diharpakan masyarakat Indonesia mampu mempertahankan ratusan bahasa ibu.
Hal penting yang dapat dilakukan masyarakat adalah memelihara dan mengembangkan bahasa ibu. Seperti menggunakannya sehari-hari dengan sebanyak dan sesering mungkin. "Artinya dalam sebuah keluarga atau sebuah suku mengutamakan penggunaan bahasa ibu," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008