Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat bahwa dalam kurun waktu tahun 2008 telah terjadi 61 kali banjir yang melanda Sumatera, antara lain terjadi akibat alih fungsi kawasan dan pengrusakan hutan di wilayah itu terus berlanjut kian meluas. "Jumlah kejadian banjir sampai dengan bulan November 2008 terjadi 34 kali, dan melanda 28 kabupaten dan kota. Tapi sampai saat ini banjir telah melanda 45 kabupaten maupun kota dari total 123 kabupaten/kota se-Sumatera," kata Mukri Friatna, Manager Regional Sumatera Eksekutif Nasional WALHI, dihubungi ANTARA Sumsel dari Palembang, Jumat petang. Berdasarkan wilayah, lanjut Mukri yang mantan Direktur Eksekutif WALHI Lampung itu, banjir telah melanda kabupaten/kota di NAD sebanyak 11 wilayah, Sumut 10 daerah, Riau empat daerah, Kepulauan Riau satu wilayah, Sumatera Barat tiga tempat, Jambi empat daerah, Bengkulu dua wilayah, Sumatera Selatan tiga wilayah, Bangka Belitung satu wilayah, dan Lampung enam wilayah. "Hampir seluruh ibukota masing-masing provinsi di Sumatera itu telah dilanda banjir," kata dia lagi. Intensitas tertinggi banjir itu, terjadi di Kota Medan, Pekanbaru, Palembang, dan Bandarlampung. Khusus di Bandarlampung--ibukota Provinsi Lampung-- dalam lima tahun terakhir, banjir yang terjadi pada Kamis (18/12) lalu, dinilai merupakan banjir terbesar dalam sejarah. Hujan yang turun dalam tempo dua jam, telah melumpuhkan Kota Bandarlampung, dan telah merendam jalan maupun permukiman antara 30-200 cm, serta menelan satu korban jiwa. Mengacu pada data Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) yang menyebutkan bahwa curah hujan berkisar antara 2.500-3.500 mm per per tahun, maka dipastikan masih akan terjadi banjir sampai akhir penghujung tahun 2008. "Setidaknya bisa terjadi satu kali lagi banjir di setiap wilayah itu," kata Mukri memprediksikan berdasarkan acuan prakiraan BMG itu. WALHI menilai bahwa alih fungsi kawasan hutan dan konservasi merupakan faktor utama peningkatan intensitas banjir. Analisa WALHI itu merujuk pada laju deforestasi (kehilangan kawasan hutan) di Sumatera yang mencapai 269.100 ha per tahun. Pada tahun 1950, menurut Mukri, hutan alam yang dimiliki Sumatera masih seluas 37.370.000 ha. Saat ini tercatat tinggal 28.649.030 juta hektare. Berdasarkan total luas hutan yang tersisa itu, seluas 1.791.58 ha tergolong sangat kritis, 5.061.318.62 ha kritis, dan 10.181.507.39 juta ha tergolong agak kritis. Pembalakan liar, menurut dia, juga merupakan kontributor kedua penyebab banjir. Sejak tahun 2000, kayu hutan di Sumatera yang telah dicuri setiap tahunnya tidak kurang dari 10 juta meterkubik (m3).(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008