Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pimpinan Nasional Partai Karya Perjuangan (DPN Pakar Pangan) menyatakan tetap memegang teguh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan menolak setiap ideologi yang bertentangan dangan Pancasila dan UUD 1945.
"Bagi warga negara atau partai politik yang berniat mengubah Pancasila dan UUD 1945, silakan keluar dari NKRI. Bagi kami, NKRI adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar," kata Sekjen DPN Pakar Pangan Jackson Kumaat, pada 'Debat Caleg Muda' di Jakarta, Jumat.
Dia minta Pemerintah dan aparat penegak hukum menerapkan tindakan tegas, kepada siapapun dan kelompok manapun, yang selama ini memaksakan kehendaknya mengganti ideologi negara.
"Pakar Pangan siap pasang badan bersama aparat penegak hukum, dalam menghadapi setiap orang atau kelompok yang berniat merusak NKRI," tegasnya. Apalagi, katanya, tindakan ini akan didukung oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, yang selamanya menginginkan keutuhan NKRI.
Dalam acara tersebut, juga dihadiri Denny Tewu dari Partai Damai Sejahtera, Maruarar Sirait (PDI perjuangan) dan A Hok/Basuki TP (Partai Golkar).
Jackson mengatakan, dalam UU No 2/2008 tentang Partai Politik dijelaskan, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Meski demikian ia mengakui, dalam negara demokrasi pasca-reformasi saat ini, siapa pun berhak menyatakan pendapat dan berserikat. "Kita ini hidup dalam bingkai negara hukum bukan kelompok per kelompok dengan aturannya masing-masing," kata dia.
"Setiap partai politik dan siapa pun, harus tunduk pada hukum yang ada di Republik ini. Tolong jangan ganti ideologi negara yang selama ini dipegang teguh oleh the founding father (pendiri bangsa-red)," ujarnya. Ia menyayangkan, makna demokrasi saat ini mulai dipersepsikan keliru secara sepihak, yakni memaksakan kehendak tanpa melalui musyawarah untuk mufakat.
Lebih lanjut Jackson mengharapkan, aparat penegak hukum bersikap tegas terhadap setiap individu dan kelompok, yang berupaya merusak kerukunan antar-umat beragama.
"Kami mohon, aparat mampu juga melindungi kelompok minoritas menjalankan ibadah, dan bukan hanya setiap perayaan Natal atau Imlek," ujar Jackson yang mantan aktivis Forkot 1998 itu. Menurut Jackson, meski aksi pengawalan sering terlihat berlebihan, namun hal itu terbukti dapat memberikan rasa aman kepada setiap orang yang menjalankan ibadah.
Untuk itu ia menegaskan, pemerintah juga perlu memfasilitasi pertemuan antar-tokoh umat beragama di lapisan grass root, karena pertemuan di tingkat elit sering menemui jalan buntu. Ia mencontohkan, pertemuan tersebut bisa dalam bentuk kerja bakti bersama, olah raga dan tradisi berkunjung di saat hari raya keagamaan. (*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008