Yogyakarta (ANTARA News) - Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus memiliki keberanian untuk memaksa Bupati Sleman Ibnu Subiyanto tersangka kasus korupsi pengadaan buku ajar di Dinas Pendidikan Sleman senilai Rp13 miliar..
"Ini memang dibutuhkan keberanian dari kepolisian untuk memaksa Ibnu Subiyanto, karena jika tidak penuntasan kasus korupsi ini akan terus berlarut-larut," kata Direktur Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, keberanian dilakukan kepolisian tersebut sangat memungkinkan untuk memaksa Ibnu Subiyanto untuk penyidikan karena polisi juga memiliki kewenagan untuk melakukan hal tersebut.
"Jika alasan Ibnu Subiyanto menolak pemeriksaan karena harus ada izin presiden sesuai ayat 1 pasal 36 UU No.32 tahun 2004 maka sesuai dengan ayat dua polisi juga memiliki kewenagan untuk melakukan penyidikan jika dalam tempo 60 hari surat belum turun," katanya.
Ia mengatakan, jika Ibnu Subiyanto dan penasihat hukumnya `berlindung` pada kata `dapat` yang berarti pemeriksaan bisa dilakukan dan bisa tidak maka polisi juga bisa menggunakan argumen tersebut untuk memaksa Ibnu Subiyanto.
"Dengan keberanian tersebut maka polisi bisa langsung memeriksa Ibnu Subiyanto, dan risiko yang harus dihadapi polisi paling banter hanya praperadilan dan ini bisa dibuktikan di pengadilan nanti," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Polda DIY juga harus terus menanyakan ke pusat terkait surat izin presiden tersebut karena presiden juga tidak boleh berpikir hanya pada substansial perkara saja.
"Presiden tidak boleh hanya berpikir pada substansi perkara, tetapi harus berpikir bahwa dengan berlarutnya penanganan kasus ini maka pemerintahan daerah akan terganggu karena kepala daerah terlibat korupsi sehingga surat izin mestinya segera diberikan," katanya.
Sementara itu Direktur Lembaga Pembela Hukum (LPH) Yogyakarta, Triyandi Mulkan mengatakan Polda DIY harus tegas dan tidak boleh terjebak dengan upaya tersangka maupun penasihat hukumnya untuk mengulur-ulur pemeriksaan.
"Kata `dapat` yang menjadi alsan tersangka merupakan bentuk penghalusan guna menghambat proses pemeriksaan terhadap Ibnu Subiyanto," katanya.
Ia mengatakan, kata `dapat` tersebut juga berarti dalam tempo 60 hari surat belum turun maka penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan oleh kepolisian.
"Bahkan ini ditunjang oleh UU Kepolisian No.2 tahun 2002 tentang tugas kepolisian sebagai penegak hukum," katanya.
Menurut dia, kepolisian tidak mempunyai halangan berdasarkan perintah UU melakukan pemeriksaan terhadap Ibnu termasuk melakukan penahanan.
"Polisi bisa langsung memeriksa dan menahan Ibnu Subiyanto karena bukti-bukti keterlibatannya sudah dibeberkan dan ditemukan dalam pemeriksaan tersangka lainnya yakni mantan Ketua DPRD Sleman Jarot Subiyanto yang kasusnya mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Sleman," katanya.
Ia menambahkan, penyidik kepolisian sangat lemah dan memanipulasi hukum demi kepentingan terselubung karena membiarkan Ibnu Subiyanto pulang sehingga menimbulkan rumor sinis dari masyarakat.
"Untuk menghindari bermacam tafsir maka polisi sebaiknya mengacu kepada UU no.21 tahun 2001 tentang perubahaan atas UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi," katanya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008