"Kalau kita tidak melakukannya sekarang, lalu budaya itu hilang, akan salah kita semua. Ini lebih ke preservasi budaya," ujar ketua PANDI, Yudho Giri Sucahyo, dalam temu media di Jakarta, Jumat.
Menurut Yudho, pembahasan soal pendaftaran "Top Level Domain" menggunakan aksara hanacaraka (Internationalize Domain Name / IDN Hanacaraka) di Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) agar dipergunakan di internet, telah ada sejak lama.
Rencana tersebut akhirnya menemui titik terang setelah bertemu dengan Keraton Yogyakarta.
Yudho mengatakan Keraton Yogyakarta sebenarnya telah memiliki naskah-naskah digital yang sudah mulai di rilis secara online dan dapat dilihat di situs web Keraton Yogyakarta.
Baca juga: Hindari pencatutan nama, PANDI serukan pemilik merek daftarkan nama domain .id
Baca juga: Lebih dari sekedar komoditas, nama domain internet identitas bangsa
Namun, naskah-naskah tersebut hanya berupa foto mentah, tidak berupa huruf-huruf Hancaraka secara digital, sehingga masih menjadi "pekerjaan rumah" untuk ke depannya.
Selanjutnya, Yudho mengatakan penyelesaian proses pendaftaran diharapkan selesai pada pertengahan tahun ini.
"Bulan Februari kita sudah menyusun surat dan segala proposal untuk ICANN. Nanti dari ICANN kita tunggu prosesnya, tapi sampai tengah tahun targetnya sudah beres ICANN-nya," ujar Yudho.
"Tinggal pertanyaannya, kita harus menyiapkan infrastrukturnya, itu baru satu hal, yang berikutnya yang lebih berat lagi itu menumbuhkan kontennya," tambah dia.
Banyak negara telah memiliki nama domain dengan karakter atau alfabet yang mereka biasa mereka gunakan, di antaranya China, salah satunya aksara Han, dan Korea dengan Hangul. Sementara, sejumlah negara tengah mendaftarkan aksara negara mereka, salah satunya Ethiopia.
Baca juga: PANDI optimistis pengguna domain ".id" terbanyak se-ASEAN
Baca juga: Pengguna domain ".id" naik drastis, kenapa?
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020