Oleh Askan Krisna
Jakarta (ANTARA News) - Kegagalan putaran terakhir perundingan enam negara mengenai pelaksanaan perlucutan nuklir Korea Utara, yang disepakati tahun lalu, membuat prihatin banyak pihak, termasuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Sekretaris Jenderal (Sesjen) PBB, Ban Ki-moon, pada Jumat (12/12) menyerukan perundingan tersebut dilanjutkan agar pelaksanaan perjanjian yang diimbali dengan bantuan bahan bakar minyak satu juta ton atau energi yang setara serta konsesi-konsesi diplomatik kepada Korut itu, segera menjadi kenyataan meskipun upaya-upaya yang dilakukan dalam perundingan di Beijing, China, pekan ini mengalami kebuntuan lagi.
Dalam putaran terakhir perundingan enam pihak di Beijing yang berakhir Kamis, utusan Pyongyang menolak usul kompromi untuk mengabsahkan penutupan program nuklirnya.
Ban menegaskan, pihaknya sangat mendorong tujuan pengabsahan perlucutan nuklir di Semenanjung Korea, yang perundingannya melibatkan enam negara yakni China, AS, Russia, Jepang, Korsel dan Korut, sejak 2003 itu dilakukan secara damai.
Saat ini, perundingan nuklir Korea Utara masih menyisakan dua tahapan, setelah kesepakatan penutupan dan penghentian fasilitas nuklir Korea Utara dicapai tahun lalu, dan sebagian dilaksanakan dalam tahun ini.
Jepang menyatakan penyesalan atas kegagalan perundingan perlucutan senjata nuklir Korut itu, dan mengusahakan agar perundingan-perundingan maraton segera dilakukan.
"Kegagalan itu sangat disesalkan, saya ingin agar China berusaha merancang perundingan lanjutan itu lagi. Akan lebih bagus jika perundingan lanjutan itu dilakukan secepat mungkin, " kata Menteri Luar Negeri Hirofumi Nakasone setelah perundingan enam negara itu berakhir tanpa menghasilkan kesepakatan: mengenai bagaimana menetapkan apakah Pyongyang mengungkapkan dengan benar mengenai program-program atomnya.
Kegagalan putaran Beijing, diduga juga mengecilkan harapan pemerintah Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, untuk memajukan perlucutan senjata nuklir Korut sebelum Presiden AS terpilih Barack Obama melangkah ke Gedung Putih.
Berdasarkan perjanjian 2007 yang melibatkan enam negara, Korut yang pernah melakukan ujicoba bom atomnya pada tahun sebelumnya, sepakat untuk menghentikan program nuklirnya dengan imbalan bantuan dan jaminan keamanan.
Namun, Jepang mengatakan, pihaknya tidak akan memberikan bantuan kepada Pyongyang sampai Korut mempertanggungjawabkan seluruh warga negara Jepang yang diculik oleh agen intelijen rezim negara komunis itu pada tahun 1970-an dan 1980-an, untuk dijadikan pelatih mata-mata.
Korea Utara pernah memulangkan lima orang di antara belasan warga Jepang yang diculik itu, dan mengatakan bahwa yang lainnya telah meninggal. Namun Tokyo bersikeras agar sejumlah warganya yang lain itu dipulangkan dan berpendapat bahwa mereka masih hidup.
Kebuntuan perundingan membuat para utusan gagal membuat kemajuan yang dapat memberikan satu penghargaan pada akhir masa pemerintah Presiden Bush.
Kekecewaan itu juga terlihat pada Ketua perunding AS, Asisten Menlu Christopher Hill, yang mengatakan tidak ada tanda-tanda bahwa persetujuan itu bisa dicapai, saat meninggalkan Beijing.
Menurut dia, kemacetan itu disebabkan oleh ketidaksediaan Korut untuk membuat komitmen-komitmen verifikasi secara tertulis, mengenai delarasi seluruh program nuklirnya yang disampaikan awal tahun ini.
Para pengamat berpendapat, perjanjian mengenai verifikasi akan membuka jalan untuk benar-benar melumpuhkan kemampuan senjata nuklir Korut itu. Dan ini dianggap sebagai kemenangan diplomatik bagi Presiden AS George W.Bush, sebelum dia menyerahkan jabatannya kepada Barack Obama, 20 Januari.
Bush selama ini mengecam Korut sebagai bagian dari "poros kejahatan" bersama Iran dan Irak, dan menempatkan mereka dalam `daftar hitam` negara penyokong terorisme.
Utusan Korsel, Kim Sook, mengatakan bahwa Korut menolak usul-usul untuk mengizinkan para pemeriksa nuklir PBB mengambil contoh-contoh nuklir untuk menguji deklarasi nuklirnya.
Berkaitan dengan itu, jurubicara Deplu AS, Sean McCormack, menegaskan bahwa pihaknya tidak mengesampingkan untuk menempatkan kembali Korut dalam daftar hitam negara-negara yang dituduh mensponsori terorisme.
Korut dilaporkan telah menutup sebagian fasilitas nuklirnya di Yongbyon tahun ini. Tapi sejauh itu mereka menolak menyepakati protokol untuk pengecekan deklarasi aktivitas nuklir Utara, dan perkembangannya.
Dalam kaitan ini, China sebagai tuanrumah penyelenggara perundingan telah menawarkan rancangan teks, yang menguraikan cara-cara untuk memverifikasi deklarasi nuklir tersebut.Namun rancangan tersebut ditolak.
Padahal, Kim Sook menegaskan, bahwa semua pihak yang terlibat dalam perundingan enam negara telah sepakat untuk mengapalkan semua bantuan ekonomi yang dijanjikan kepada Pyongyang pada akhir Maret depan.
Kegagalan perundingan Beijing dalam putaran terakhir, dikhawatirkan banyak pihak akan memperpanjang kemelut pertikaian nuklir di semenanjung, dan bisa menyebarkan kecemasan di kalangan masyarakat internasional.
Pada Oktober lalu, AS mengatakan, setelah dicapainya persetujuan mengenai prosedur verifikasi, AS akan mencabut Korea Utara dari daftar hitam terorisme. Tetapi berdasarkan beberapa alasan, Pyongyang justru berencana akan memulai kembali pabrik-pabrik nuklir penghasil plutonium yang sebelumnya dilaporkan telah ditutup.
Ketua delegasi Jepang, Akitaka Saiki, mengakui memang ada jurang beda-pendapat yang dalam antara Korut dan ke lima negara, mengenai cara-cara verifikasi.
Karena itu, harapan agar perundingan perlucutan senjata nuklir Korut segera diselesaikan, tampaknya masih akan menemui kendala, dan ini akan menjadi `pekerjaan rumah` bagi Presiden AS terpilih mendatang. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008