Kuala Lumpur (ANTARA News) - Pekerja Indonesia dan pekerja migran dari negara lainnya bukanlah pekerja kelas dua di Malaysia, mereka harus diperlakukan sama dengan pekerja setempat, kata Presiden Union Network International Malaysian Liaison Council (UNI MLC ) Mohd Safie Mammal."Ada 12 persen pekerja asing dari total pekerja Malaysia yang bekerja dan mencari makan di Malaysia," kata Safie ketika meluncurkan Unimig (Union Migrant) Indonesia atau serikat pekerja migran Indonesia (SPMI) di Kuala Lumpur, Kamis.UNI MLC dan Aspek (Asosiasi Serikat Pekerja) Indonesia sepakat berkoalisi membentuk serikat pekerja bagi TKI Indonesia di Malaysia. Ini merupakan serikat pekerja bagi TKI di luar negeri yang pertama kali dan didirikan oleh serikat pekerja Indonesia-Malaysia. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia-Malaysia harus berunding kembali agar tidak membedakan gaji pekerja Indonesia dengan pekerja Malaysia dan pekerja asing dari negara lain. "Begitu banyak pekerja Indonesia membanjiri Malaysia karena pekerja Indonesia dikenal sebagai pekerja atau buruh murah. Ini yang tidak betul. Apalagi pekerja Indonesia terkenal sebagai pekerja yang ulet dan rajin," katanya. Dicontohkan berdasarkan MOU Indonesia-Malaysia, gaji pembantu Indonesia ditetapkan sekitar 450 ringgit (Rp1,5 juta) per bulan, sedangkan pemerintah Filipina menetapkan 1.400 ringgit (Rp4,5 juta) per bulan. Safie juga mendesak pemerintah Indonesia-Malaysia membuat memorandum of agreement (MOA) dan bukan memorandum of understanding (MOU) agar kesepakatannya lebih kuat dalam melindungi tenaga kerja Indonesia di Malaysia. "Mari kita sama-sama mendesak agar pemerintah Indonesia - Malaysia menandatangani MOA dan bukan MOU agar perlindungan bagi pekerja Indonesia lebih kuat lagi," kata Presiden UNI MLC itu. Oleh karena pekerja asing bukanlah pekerja kelas dua maka kepentingannya, gaji dan kondisi kerja perlu dilindungi sama dengan pekerja Malaysia. Ia juga sangat sedih mengetahui kondisi pembantu Indonesia tidak menerima gaji antara 4-6 bulan sebagai pengganti biaya transportasi dan administrasi. "Ini perlakuan sangat biadab. Ada orang bekerja ber bulan-bulan tanpa menerima gaji," katanya. Presiden Aspek Indonesia Mohamad Hakim, Presiden UNI MLC Mohd Safie Mammal, dan wakil UNI Asia Pasifik Kun hadir dalam peluncuran Unimig Indonesia atau SPMI.Unimig Indonesia Presiden Aspek Indonesia Mohamad Hakim mengatakan, Aspek berafiliasi ke UNI (union network internasional) yang berbasis di Swiss yang memiliki kantor cabang di 152 negara dan 15 juta anggota atau pekerja di seluruh dunia. "Oleh karena Indonesia tiap tahun mengirim 700.000 pekerja migran ke berbagai negara maka kami ingin memanfaatkan jaringan kami yakni UNI agar ikut melindungi kepentingan TKI. Oleh karena itu, hari ini kami meluncurkan Unimig Indonesia atau SPMI. Dalam tiga tahun mendatang, kami akan mendirikan juga Unimig di Hongkong, Korsel, Taiwam dan negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi," katanya. Presiden UNI MLC Mohd Safie Mammal mengatakan, akan membentuk "Help Desk" di 19 kantor cabangnya di seluruh negara bagian. "Sebanyak 19 kantor cabang UNI MLC di semenanjung Malaysia dan Borneo dapat dimanfaatkan untuk pembangunan Help Desk melakukan advokasi TKI," katanya. Safie mengatakan, UNI MLC telah mengadakan kerjasama dengan Aspek Indonesia untuk membantu dan melindungi TKI di Malaysia. Kedua organisasi pekerja ini menandatangani kerjasama pada 15 Januari 2006 di Jakarta. Beberapa kemudian, UNI MLC mendirikan Help Desk bagi TKI di Kuala Lumpur, 19 Januari 2006. "Kerjasama UNI MLC dengan Aspek Indonesia ternyata mendapat protes keras dari NGO dan serikat pekerja lainnya. Kenapa hanya pekerja Indonesia saja yang dibela. Oleh sebab itu, help desk UNI MLC menerima semua pengaduan pekerja migran dari berbagai negara, Bangladesh, Nepal dan lainnya tanpa membedakan adama dan ras," katanya. Sejak 15 bulan dibuka Help Desk oleh UNI MLC telah menangani 436 pekerja dengan berbagai kasus dengan perolehan uang 840.00 ringgit (Rp26 miliar) untuk diberikan kepada pekerja migran yang dirugikan majikan atau perusahaan. "Kami menangani mulai dari pekerja yang tidak dibayar gajnya, cacat akibat kecelakaan kerja hingga meninggal dunia. Kami membantu tanpa mengutip dana sepeserpun dan membedakan pekerja dari ras, bangsa, atau agama. Semuanya saudara yang wajib kita bantu." kata Safie.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008