Jakarta, (ANTARA News) -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendesak para pejabat Departemen Dalam Negeri agar berani menerapkan konsep merger atau akuisisi terhadap daerah-daerah otonom baru hasil pemekaran apabila provinsi, kabupaten atau kota itu terbukti gagal memperbaiki pelayanan publik,

"Kalau ada daerah yang tidak feasible ( layak terus menerapkan pemekaran , red) maka harus dimerger atau diakuisisi. Kalau bisa(jumlah daerah otonom baru, red) mengkerut," kata Sri Mulyani yang juga merupakan Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian di Jakarta, Kamis.

Sri Mulyani mengemukakan hal itu ketika menjadi pembicara pada lokakarya penyusunan startegi dasar(grand design) penataan daerah . Lokakarya dua hari ini dibuka Menteri Dalam Negeri Mardiyanto Kamis pagi di Jakarta.

Sri Mulyani mengatakan pengalaman selama ini menunjukkan bahwa jika sebuah daerah otonomi baru lahir sebagai hasil pemekaran dari daerah induknya, maka dana yang dikeluarkan tidak sedikit yakni bisa mencapai miliaran rupiah .

"Setelah daerah otonom baru lahir, maka pasti akan dibangun kantor bupati yang baru, kantor DPRD, serta mengangkat PNS-PNS baru. Bahkan mungkin membuat pakaian seragam yang baru," kata Sri Mulyani yang berbicara tanpa teks sekitar setengah jam.

Ia tidak memberikan kesempatan bertanya kepada para peserta lokakarya ini karena harus buru-buru menghadiri Sidang Paripurna DPR.

Ia juga mengingatkan bahwa selama 10 tahun proses reformasi di bidang pemerintahan , maka telah terjadi lonjakan jumlah provinsi, kabuoaten serta kota yakni dari 336 pada tahun 1998 menjadi 477 hingga saat ini.

Sri Mulyani yang pernah menjadi Ketua Bappenas kemudian menggambarkan betapa beban berat di bidang keuangan yang harus ditanggung Departemen Keuangan untuk menyediakan Dana Alokasi Umum(DAU) bagi semua daerah justru pada saat harga minyak mentah merosot.

"Pada tahun 2001, DAU mencapai Rp60 triliun dan pada tahun 2009 akan mencapai Rp186 triliun. Angka tahun 2009 itu ditetapkan berdasarkan harga minyak mentah 80 dolar AS per barel sedangkan harga minyak sekarang turun sekali. Karena itu angka Rp186 triliun itu terasa terlalu besar jika dibandingkan dengan "kue" APBN," katanya pada acara yang diiikuti pula secara seksama oleh Mendagri Mardiyanto.

Kekhawatiran Menkeu itu muncul karena harga minyak mentah sekarang bisa anjlog i hingga mencapai 40 dolar/barel padahal beberapa bulan lalu harga"emas hitam " ini pernah berada pada kisaran 140 dolar/ barel.(*)

 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008