"Kita pasti berharap ada pengaruh positif dalam hal ini karena kalau suku bunga Fed turun maka ada sense pe-rileks-an likuiditas global," kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, pengaruh positif tidak hanya diharapkan dari penurunan suku bunga Fed, tetapi juga dari adanya langkah Fed yang memberikan support bilateral seperti kepada Singapura, Australia, dan Mexico sehingga ada valas yang beredar.
"Itu akan kurangi tensi adanya likuiditas yang tightening (ketat) secara global. Kalau itu terjadi, berarti yield (imbal hasil) SUN akan mulai rasional," katanya.
Ia menyebutkan, yield SUN sudah mulai turun lagi hingga di bawah 13 persen padahal sempat mencapai 15 persen ketika kasus Bank Indover mencuat.
Kalau data inflasi Desember 2008 membaik, sehingga inflasi 2008 bisa di bawah 11 persen, maka akan menimbulkan persepsi bahwa yield SUN akan kembali rasional.
"Saya harap mungkin di awal tahun depan (2009), SUN kita bisa dalam posisi lebih baik dibanding posisi beberapa waktu lalu," katanya.
Dalam kesempatan itu, Menkeu juga mengatakan bahwa dalam konteks global, sebenarnya kebijakan moneter akan kurang efektif untuk mengantisipasi dampak krisis.
"Suku bunga di hampir semua negara sudah turun drastis bahkan hampir menyentuh zero, karena itu tidak ada lagi space untuk melakukan counter cyclical melalui kebijakan moneter," katanya.
Menurut dia, langkah counter cyclical melalui kebijakan moneter sudah semakin terbatas karena suku bunga sudah cukup rendah.
"Sehingga yang harus lead adalah kebijakan fiskal, kalau negara-negara yang APBN-nya sehat, dapat melakukan ekspansi APBN untuk mendorong tumbuhnya perekonomian," katanya.
Menurut Menkeu, APBN Indonesia termasuk sehat karena exposure (beban) utangnya termasuk rendah, yaitu mencapai 30 persen dari PDB, sehingga dimungkinkan adanya ekspansi melalui APBN.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008