Jakarta  (ANTARA News) - Dengan rujukan harga elpiji impor, yakni "crude price aramco" yang mencapai 337,5 AS dolar per ton, maka pemerintah sudah dapat mendesak PT Pertamina (Persero) agar menurunkan harga elpiji "Public Service Obligation" (PSO) dan non PSO.

"Kalau dulu Pak Presiden marah sama Pertamina karena menaikan harga elpiji seenaknya, sekarang dia juga bisa kembali minta Pertamina menurunkan harga elpiji `PSO` dan non `PSO`. Kan harga gasnya juga sudah turun, sama dengan harga minyak," kata ekonom asal UGM, Icshanurdin Noorsy, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, dengan harga rujukan elpiji impor tadi yang mencapai 337,5 AS dolar per ton dan nilai tukar rupiah terhadap AS dolar mencapai Rp11.550, maka harga elpiji sudah pantas untuk turun.

Ia meyakini rujukan harga tersebut sudah termasuk memperhitungkan keuntungan Pertamina dan pihak agen elpiji masing-masing lima persen.

Noorsy juga memperhitungkan bahwa seharusnya juga ada penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) sebesar 10 persen.

Sehingga, menurut dia, untuk gas elpiji ukuran 12 kilogram (kg) dari Rp5.750 per tabung menjadi Rp5.250 hingga Rp5.500 per kg atau menjadi Rp63.000 per tabung. Dan untuk gas ukuran tiga kg turun dari Rp4.250 per kg menjadi Rp3.500 per kg atau menjadi Rp10.500 per tabung.

Untuk gas elpiji ukuran 50 kg harga seharusnya turun sebesar Rp7.000 per kg atau menjadi Rp350.000 per tabung, tambah Noorsy.

"Kalau harga elpiji tidak diturunkan berarti Pertamina dapat `durian runtuh` dong," ujar pengamat ekonomi yang juga tergabung dalam Tim Indonesia Bangkit (TIB) ini.

Menurut dia, tidak ada alasan pemerintah untuk menunda penurunan harga elpiji, mengingat beban biaya rumah tangga sudah semakin besar.

Ia menambahkan jika penurunan harga elpiji ini juga disusulkan dengan penurunan harga solar dan premium kemarin, sudah pasti akan memicu simpati para ibu.

Tanpa penurunan harga elpiji, menurut dia, pemerintah justru hanya membuat transparansi dan "fairness" sebatas jargon saja. Jika Presiden mau menurunkan juga harga elpiji, tentu akan semakin membuktikan keberpihakannya pada rakyat, walaupun sebenarnya harga akhir itu sudah merupakan harga pasar.

Lebih lanjut, ia mengatakan, harga rujukan tadi pun diduga akan terus turun mencapai 290 AS dolar per ton. Jadi tidak ada alasan bagi Pertamina untuk mengatakan pihaknya merugi dari bisnis yang satu ini.  (*)

Copyright © ANTARA 2008