Jakarta (ANTARA) - Ketua Panitia Nasional Imlek 2020, G. Sulistiyanto menilai perayaan yang digelar di ICE BSD City Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten serta dihadiri Presiden Joko Widodo telah sukses menghadirkan budaya nusantara.
"Perayaan Imlek bertemakan 'Bersatu untuk Indonesia Maju' menjadi perlambang ke-bhineka-an kita, terlepas dari sekat etnis, agama maupun keyakinan,” ujarnya usai acara, Kamis.
Perayaan tahun ini, menurut dia, mengangkat keragaman dan persatuan yang telah menjadi keseharian perjalanan bangsa Indonesia.
Sebagaimana asimilasi budaya menjadikan Tahun Baru Imlek yang awalnya adalah tradisi bangsa Tiongkok – kemudian menyebar ke pelosok dunia melalui para diaspora mereka, termasuk ke Indonesia – bersalin menjadi sebuah agenda budaya yang dapat menjangkau dan dinikmati siapa pun.
Presiden Joko Widodo dalam sambutannya yang tak terpaku pada teks menekankan pentingnya budaya bekerja keras dan cepat.
“Kondisi ekonomi saat ini sedang melambat, sehingga jika kita bekerja biasa-biasa aja akan sangat berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Kerja cepat diperlukan sekarang ini karena negera yang cepat akan mengalahkan yang lambat, bukan lagi negara besar menggungguli yang lebih kecil," kata Sulis mengutip presiden.
Presiden mencontohkan masyarakat Tionghoa Indonesia yang memiliki kultur kerja keras.
“Kita harus mengakui keturunan Tionghoa adalah pekerja keras. Kalau mereka sukses, kita maklum," kata Sulis lagi.
"Kerja keras menjadi pesan utama Presiden karena di awal pidatonya ia menyampaikan dirinya ber-shio kerbau, Katanya saya harus bekerja keras. Padahal selama lima tahun, saya sudah bekerja super keras," kata presiden seperti dikutip Sulis.
Bahkan dalam kesempatan yang sama, Jokowi sempat meminta peraih medali emas bulu tangkis tunggal putri di Olimpiade Barcelona, Susi Susanti naik ke podium dan bertanya apa yang dilakukan menjelang olimpiade, yang dijawab Susi dengan latihan rutin hingga 9 jam setiap hari.
Pemindahan ibu kota juga disebutnya sebagai upaya membentuk kultur baru, bekerja keras tadi.
Bentuk persatuan dalam keragaman dalam perayaan tercermin melalui busana yang dikenakan oleh Presiden dan Ibu Negara, yakni pakaian tradisional masyarakat Tionghoa, cheongsam, sementara jajaran panitia yang hadir, mengenakan busana tradisional dari berbagai daerah Nusantara.
“Kehadiran Presiden dan Ibu Negara menjadi perlambang restu Pemerintah atas upaya kita: Bersatu untuk Indonesia Maju,” kata Sulis.
Selain itu, di antara para pimpinan lembaga tinggi negara, para menteri, perwakilan negara sahabat serta pemangku kepentingan lainnya dari lintas organisasi, profesi dan keimanan, terlihat pula sosok para raja yang diwadahi Majelis Adat Kerajaan Nusantara.
“Ini penanda bahwasanya perayaan Imlek di Indonesia tidak berdiri sendiri, bukanlah milik suku Indonesia Tionghoa semata,” ujarnya.
Perayaan yang dihadiri lebih dari 10.000 undangan ini mengangkat pula semangat kepedulian dan berbagi, seperti terasakan melalui kehadiran pengusaha mikro kecil dari kalangan masyarakat Tionghoa, yang menyediakan ragam hidangan khas perayaan Imlek, berikut pembagian amplop angpau bagi setiap hadirin, sebagai simbolisasi tanda kasih. Selain itu perwakilan kaum difabel juga tampak di antara para undangan.
Sulistiyanto mengatakan, kesempatan yang semakin luas dari Pemerintah bagi etnis Tionghoa Indonesia untuk mengambil peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Membuat kontribusi kami kepada Bumi Pertiwi tak lagi identik dengan aktivitas bisnis semata, namun juga melalui beragam bentuk profesi, mulai dari pemuka agama, ustaz, politikus, aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, ilmuwan, aktivis sosial, seniman dan budayawan, jurnalis, olahragawan dan banyak lagi," ujar Sulis.
Sebagian dari mereka, para keluarga pejuang kemerdekaan, para olahragawan , bersama berbagai tokoh lintas profesi, terlihat hadir di acara ini.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020