China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Dengan perlambatan ekonomi, permintaan barang ekspor dari Indonesia ke China juga akan menurun. Begitu juga impor. ...
Jakarta (ANTARA) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan penyebaran virus Corona yang telah berdampak terhadap kondisi perekonomian global harus segera diantisipasi agar tidak mengakibatkan perlambatan ekonomi nasional.
Peneliti CIPS Ira Aprilianti di Jakarta, Kamis, mengatakan, larangan bepergian dan penutupan sejumlah transportasi di China menyebabkan terganggunya kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Hal itu, ujar dia, pada akhirnya mempengaruhi perekonomian China dan negara-negara yang memiliki hubungan dagang yang erat dengannya.
"China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Dengan perlambatan ekonomi, permintaan barang ekspor dari Indonesia ke China juga akan menurun. Begitu juga impor. Indonesia kemungkinan besar akan mengalami kesulitan mengimpor barang dari China karena melambatnya kegiatan produksi China akibat penyebaran," katanya.
Baca juga: Wabah corona, 10 ribu wisatawan China batal ke Bali
Ia mencontohkan produk komoditas obat-obatan, di mana Indonesia mengimpor bahan baku dari India dan China.
Dengan demikian, lanjutnya, perlambatan ekonomi China akan membuat industri farmasi Indonesia terdampak.
"Walaupun begitu belum bisa dikalkulasi berapa besar dampaknya serta bagaimana respons industri untuk mensubstitusi kebutuhan industri. Belum bisa dikalkulasi juga apakah ekspor Indonesia melambat karena menurunnya konsumsi di China," jelas Ira.
Berdasarkan data dari Trade map, pada 2018 nilai ekspor Indonesia ke China mencapai 17,126 miliar dolar AS dari total nilai ekspor Indonesia senilai 180,215 miliar dolar. Pada 2016 dan 2017, nilai ekspor Indonesia ke China masing-masing senilai 16,785 miliar dolar dan 23,049 miliar dolar.
Menurut Ira, ada beberapa alternatif untuk mengurangi dampak ekonomi dari penyebaran virus Corona bagi Indonesia, di antaranya industri harus siap untuk menyesuaikan kondisi pasar yang artinya mencari substitusi atau alternatif negara tujuan ekspor dan negara asal impor sehingga kegiatan produksi dapat terus berjalan.
Selain itu, ujar dia, industri diharapkan mampu untuk menemukan negara yang memiliki keunggulan komparatif di industri yang bersangkutan. Contohnya, industri diharapkan mampu menemukan alternatif negara destinasi ekspor dan negara yang membutuhkan produk yang diekspor oleh Indonesia, seperti Vietnam atau negara-negara ASEAN.
Baca juga: Bursa saham Australia jatuh, tertekan dampak Virus Corona pada ekonomi
Kemudian, lanjutnya, Indonesia harus mempertimbangkan negara-negara nontradisional yang berpotensi besar untuk menyerap produk-produk ekspornya. Pemerintah harus segera menganalisis dengan baik seputar keuntungan yang selama ini telah diperoleh dari transaksi perdagangan Internasional dengan negara nontradisional.
"Indonesia tidak hanya mengandalkan ekspor ke negara selama ini sudah lama mengadakan perjanjian dagang, tetapi juga harus melebarkan sayap ekspor ke negara-negara nontradisional dengan memperhatikan pasar dan kebutuhan di negara tersebut. Perlu adanya upaya untuk membentuk segmen pasar dalam negeri yang mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan negara nontradisional," ujarnya.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020