Terdiri dari 132 laki-laki, 23 wanita, dan dua anak di bawah lima tahun

Tanjungpinang (ANTARA) (ANTARA) - Pemerintah Malaysia mendeportasi 157 tenaga kerja Indonesia (TKI) melalui pelabuhan Internasional Sri Bintan Pura Tanjungpinang, Kepri, Selasa (28/1) sore.

"Terdiri dari 132 laki-laki, 23 wanita, dan dua anak di bawah lima tahun," kata Pitter M. Matakena, Koordinator Rehabilitasi Sosial, Tuna-Sosial, dan Korban Perdagangan Orang, Kementerian Sosial RI.

Para TKI tersebut, kata Pitter, dipulangkan karena berbagai masalah seperti, menggunakan paspor pelancong untuk bekerja di Malaysia.

Baca juga: TKI deportasi divaksin antisipasi penyakit polio dari Malaysia

"Jadi gayanya saja pergi melancong, tapi sampai di Malaysia justru bekerja," ucapnya.

Selain itu, para pahlawan devisa negara ini rata-rata lari dari majikan tempat bekerja, kemudian keluar-masuk Malaysia menggunakan jalur tikus, hingga akhirnya tertangkap oleh aparat keamanan setempat.

"Sebelum dideportasi ke Indonesia, mereka sempat dipenjara dulu di Malaysia," ujarnya.

Baca juga: Lima bayi TKI lahir di tahanan Malaysia

Lebih lanjut, ia menyebut TKI yang dipulangkan itu didominasi warga asal Jawa Timur, Lombok, Sumatera Utara, dan Aceh.

Sementara ini mereka ditampung di rumah penampungan TKI di kilometer 14, Tanjungpinang, sambil menunggu jadwal pemulangan ke daerah masing-masing menggunakan kapal PT Pelni.

"Untuk jadwal pemulangan masih menunggu instruksi dari Kementerian Sosial," ucap Pitter.

TKI asal Lombok, Putera ((29), mengaku lega bisa pulang ke Indonesia dengan sehat dan selamat. Sebelum dideportasi, Putera sempat dipenjara sekitar tiga bulan di Negeri Jiran tersebut.

"Saya ditangkap petugas karena masuk Malaysia secara ilegal/melalui pelabuhan tikus," tuturnya.

Baca juga: Puluhan TKI bermasalah dari Sabah dideportasi Malaysia ke Nunukan

Baca juga: Malaysia deportasi 53 TKI bermasalah via Dumai, satu sedang hamil

Baca juga: Puluhan TKI deportasi yang sakit sudah ditangani Kesehatan Pelabuhan

Pewarta: Ogen
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020